Minggu, 16 April 2017

SOSIOLOGI UMUM - Model Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Alam Produksi & Sistem Bagi Hasil di Jawa Tengah

Ikhtisar bacaan 1
Kebijakan pengelolaan sumber daya hutan saat ini bersifat paradoksal. Kebijakan penguasaan hutan cendrung membela pencapaian target kuantum produksi kayu gelendongan. Sementara itu instrument untuk memilihara kelestarian lingkungan tidak berjalan secara efektif, sehingga kerusakan melaju dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Untuk itu Kartodihardjo (1999) mengusulkan agar segera dilakukan penilaian ulang terhadap arah dan muatan kebijakan yang ada. Praktek pengelolaan sumber daya hutan saat ini, termasuk hutan alam produksi, sarat dengan persengketaan. Persengketaan itu terjadi karena tatanan persepsi,pengetahuan, tata nilai, kepentingan, dan akuan terhadap hak kepemilikan.
Dalam praktek pengelolaan sumber daya hutan, konsep partisipasi masyarakat, keunggulan kekuatan pengetahuan dan kelembagaan pemerintah (birokrasi) akan menghasilkan suatu bentuk manajemen yang unik. Para pelaku utama terlibat langsung sebagai subyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol adalah perubahan “posisi” masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi suatu bagian internal dari sistem manejemen yang bersangkutan. Menimbang keunggulan konsep hutan kemasyarakatan (HKM), pemerintah mencoba mengadaptasikannya yang diformalkan melalui keputusan Mentri Kehutanan dan Perkebunan No. 667/1998 tentang “ (SKM) yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober 1998. Thomson dan Freudenberger (1997) menggambarkan alur pola pikir jernih untuk merumuskan pola pengelolaan sumberdaya hutan oleh masyarakat yaitu dengan cara efesiensi (menggambarkan bagaimana suatu sumber daya hutan digunakan),  keadilan dan keputusan, koperasi, sentralisme (paying hukum), identitas masyarakat, keberlanjutan (pemanfaatan pada tingkat yang lestari dan keanekaragaman sumber daya hayati.
Adapun unsur kelembagaan yang mengatur dalam pengelolaan hutan hendaknya mengandung unsur unsur pokok yaitu : batas yuridikasi, mencangkup dua unsur yaitu hutan dan lahan. Aturan main, mencangkup spektrum permasalahan yang luas. Aturan perwakilan, mencangkup tata cara aturan main itu dioperasikan. Dan model kelembagaan yang dibangun atas fondasi karakteristik sumber daya hutan yang dikelola dan karakteristik masyarakat pengguna dan masyarakat disekitarnya.  

Ikhtisar bacaan 2
Sebagaimana di Negara Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara lainnya, sistem bagi hasil mempunyai arti penting dalam pertanian Indonesia. Meskipun mengelola sendiri tanah pertanian diharuskan oleh undang undang agraria tahun 1990 jumlah penggarapan bagi hasil di antara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka terima hanya 30% sampai 40%  dan untuk Jawa Tengah sekitar 24%. Ada juga data yang berbeda yang dikeluarkan badan statistik, data yang berbeda itu disebabkan statistik pertanian di Indonesia kurang memadai. Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah yang bisa terlihat jelas dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif.
Di Jawa Tengah mereka memiliki berbagai hak istimewa pemakaian tanah jabatan menurut tradisi lama dan sesuai pembagian tugas serta jumlahnya,yang merupakan bagian dari harta tanah desa. Hak hak istimewa mereka menjamin oligarki desa ini menduduki posisi posisi puncak ekonomi dan sosial yang telah tertanam dalam kondisi komunitas desa. Sebagai ukuran dasar perbandingan bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengelolaan, hasil tanaman dan sebagainya. Hasil panen yang diserahkan untuk bawon meliputi 20% sampai 30% panen. Selain menyewakan tanahnya, pemilik sering juga memberikan tanahnya kepada peminat lainnya dengan persyaratan yang lebih menguntungkannya.
Bentuk bentuk dasar bagi hasil yang ada di Jawa Tengah meliputi sistem maro (garap separuh, bagi separuh), sistem martelu (bagi tiga garapan, bagi tiga hasil) dan  sistem mrapat (bagi empat garapan, bagi empat hasil). Sistem yang lazim digunakan yang paling umum adalah adalah sistem bagi hasil tipe 1. Banyaknya kerugian yang dialami penyewa tanah pada masa pemerintahan Belanda mengakibatkan perlunya penghapusan elemen 1960. Upaya bertujuan untuk    mengantar ke proses perubahan sosial yang lebih baik.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates