Minggu, 27 Maret 2016

Dampak Alih Fungsi Lahan

Dampak Alih Fungsi Lahan Hutan 

Indonesia dikenal dengan julukan negara agraris. Berbagai macam jenis tanaman pertanian dan perkebunan dapat ditemukan di Indonesia.  Luas lahan pertanian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2014 adalah 41,5 juta hektar. Terdiri dari 567 ribu hektar tanaman hortikultura, 19 juta hektar tanaman pangan, dan 22 juta hektar tanaman perkebunan. Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan penduduk terpadat ke empat di dunia. Berdasarkan data CIA World Factbook tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia 225.993.674 jiwa atau sekitar 3,5% dari keseluruhan jumlah penduduk Dunia. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Mulai dari minyak bumi, batu bara, emas, timah dan lain sebagainya yang berada di bawah bumi, sampai spesies-spesies yang langka dan tanaman perkebunan yang dapat ditemukan di permukaan buminya. Pada tahun 2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari tahun ketahunnya.
Fakta diatas menunjukkan betapa kayanya Indonesia. Kalau melihat lebih dekat lagi dari mana kebutuhan lahan yang dapat menampung itu semua? Dengan desakan kepadatan penduduk yang kian tahun kian meningkat untuk areal pemukiman, dengan kebutuhan perekonomian yang menghidupi ratusan juta rakyat Indonesia, dengan tuntutan pembangunan infrastruktur yang menjadi ikon kemajuan suatu daerah, dengan berbagai alasan mengundang investor untuk berinvestasi demi kemajuan daerah. Sementara kita ketahui bahwa seiring meningkatnya kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak diiringi dengan pertambahan lahan untuk memenuhi kebutuhan itu semua. Lantas bagaimana cara pemenuhan kebutuhan tersebut? Ya, cara yang paling ampuh adalah cara mengalihfungsikan lahan. Baik mengalihkanfungsikan lahan hutan menjadi areal pertanian, mengalihfungsikan lahan hutan menjadi areal pertambangan, mengalihfungsikan lahan hutan menjadi areal perkebunan, dan mengalihfungsikan lahan hutan atau lahan pertanian menjadi areal pemukiman. Dari kasus ini yang paling banyak dialihfungsikan adalah areal hutan.
Kawasan hutan Indonesia mencapai 162 juta hektar. Lahan hutan terluas itu ada di Papua (32,36 juta hektar luasnya). Kemudian hutan Kalimantan (28,23 juta hektar), Sumatera (14,65 juta hektar), Sulawesi (8,87 juta hektar), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta hektar), Jawa (3,09 juta hektar), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta hektar). Indonesia adalah pemilik hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brasil dan Kongo. Sayangnya, menurut buku Rekor Dunia Guinness, Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat kehancuran hutan tercepat di antara negara-negara yang memiliki 90 persen dari sisa hutan di dunia. Menurut buku tersebut, Indonesia menghancurkan luas hutan yang setara dengan 300 lapangan sepak bola setiap jamnya. Forest Watch Indonesia pun mencatat kerusakan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, sampai saat ini saja sudah mencapai 2 juta hektar per tahun. Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah. Akibatnya, luas hutan Indonesia selama 50 tahun terakhir telah berkurang dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar (Sumber : Kompas.com).
  Deforestasi (penebangan hutan) menyebabkan hilangnya ekosistem di dalamnya, termasuk spesies tumbuhan dan hewan langka. Padahal, 80 persen keanekaragaman hayati terdapat di dalam hutan. Deforestasi juga menyebabkan berkurangnya kemampuan menyerap emisi karbon dunia yang tentunya berimbas pada meningkatnya ancaman pemanasan global. Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia menyangkut berbagai permasalahan yang saling terkait, termasuk perampasan dan penguasaan hutan, kebakaran hutan, peladangan berpindah, pembalakan liar, perdagangan hasil hutan ilegal, dan kemiskinan. Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia berjanji akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen secara mandiri dan sebesar 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menegaskan kembali janji tersebut minggu ini dalam sebuah pertemuan antara pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta perwakilan dari lembaga internasional.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan berfungsi sebagai penyeimbang fungsi ekosistem. Peranan hutan sangat penting dalam sistem penyangga kehidupan. Hutan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air yang baik, sebagai habitat bagi flora dan fauna, mengurangi polusi pencemaran udara, sebagai penyubur tanah, sebagai paru-paru dunia dengan menyuplai oksigen untuk kehidupan, sebagai penahan erosi dan lain sebagainya. Ada anekdot mengatakan bahwa forest is the mother of agriculture, artinya hutan sebagai penyeimbang fungsi pertanian dengan menyuplai air untuk pertanian tersebut. Namun bisa dibayangkan dengan kondisi hutan kita sekarang yang maraknya dialihfungsikan ke bentuk lain akan menyebabkan fungsi hutan terganggu. Boleh kita lihat bencana alam dimana-mana, seperti banjir, erosi, tanah longsor, pemanasan global yang banyak diisukan oleh dunia internasional. Berapa banyak kerugian negara akan kasus ini?. Itu baru kasus yang berkaitan dengan alam, belum lagi akhir-akhir ini banyak terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan-perusahaan terkait alih fungsi lahan hutan ini. Konflik yang terjadi kebanyakan mengorbankan masyarakat kecil, bukan hanya harta bahkan nyawa pun terkorbankan.
Alih fungsi kawasan hutan memang diperbolehkan Undang-Undang. Hanya ada aturannya. Pasal 19 ayat (1), UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Namun, alih fungsi hutan tentu tidak boleh dilakukan secara sembarang. Jika alih fungsi hutan ini berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, maka harus ditetapkan oleh pemerintah dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Yang dimaksud dengan berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis ini adalah adanya perubahan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air serta adanya dampak sosial masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan yang akan datang. 

Hingga saat ini pemerintah telah memberikan solusi akan masalah alih fungsi lahan ini, seperti menerapkan denda untuk penebangan hutan dan hukum pidana. Ketentuan pidana yang di atur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 78 UU No. 41 / 1999, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan (penjelasan umum paragraph ke 18 UU No. 41 / 1999). Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam  bidang kehutanan menjadi berpikir kembali untuk melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidananya berat. (Fathur Rahman).

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates