Minggu, 16 April 2017

LAPORAN PRAKTIKUM SEGITIGA API DAN PEMINDAHAN PANAS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Api merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan. Api terbentuk karena adanya interaksi antara sumber panas, bahan bakar, dan oksigen. Ketiga unsur bahan baku proses pembakaran tersebut dikenal denga segitiga api. Apabila ada salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka tidak dapat terjadi pembakaran. Selama ini hal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan diantaranya adalah kebakaran hutan yang disebabkan oleh api (Purbowaseso 2004). Maka dari itu perlunya mempelajari komponen pembentukan api untuk mencegah kebakaran hutan.
Api menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Panas tersebut dapat dimanfaatkan karena memiliki sifat berpindah dari tempat bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah. Panas berpindah dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan panas sering juga dijumpai dalam kegiatan sehari-hari antara lain: api unggun, memasak air, menjemur pakaian, dan lain-lain. Praktikum pemindahan panas ini juga dimaksudkan untuk mengetahui macam-macam pemindahan panas.

1.2  Tujuan praktikum
1.      Konsep Segitiga api
Untuk membuktikan bahwa untuk terjadinya proses pembakaran harus tersedia ketiga unsur bahan baku proses pembakaran yaitu bahan bakar, sumber panas, dan oksigen.
2.      Pemindahan panas
Untuk menentukan macam-macam cara pemindahan panas pada suatu proses pembakaran.


BAB II
BAHAN DAN METODE
2.1  Bahan dan alat
1.      Konsep segitiga api
a.       Lilin
b.      Gelas ukur 200ml, 300ml, 500 ml, dan 1000 ml
c.       Korek api
d.      Alat pengukur waktu


2.      Pemindahan panas
a.       Lampu teplok
b.      Korek api
c.       Alat pengukur waktu

2.2  Metode Praktikum
1.      Konsep Segitiga api
a.       Menyiapkan alat dan bahan.
b.      Mengukur sumbu pada lilin sepanjang 0,5 cm- 1cm.
c.       Menyalakan lilin dengan menggunakan korek api (diamkan sampai nyala api stabil).
d.      Menutup lilin dengan gelas ukur dalam berbagai ukuran yang telah disediakan, secara bergantian.
d.      Menghitung lamanya waktu penyalaan lilin dari lilin ditutup sampai nyala apinya padam.
e.       Melakukan percobaan sebanyak tiga kali pengulangan untuk masing-masing ukuran gelas.
f.        Sebelum di lakukan pengulangan, kondisi gelas harus dalam keadaan dingin.

2.      Pemindahan panas
a.       Menyediakan lampu templok yang telah terisi minyak tanah.
b.      Menyalakan lampu templok tersebut dengan korek api (tunggu sampai nyalal api maksimal sebelum ditutup).
c.       Menempelkan tangan di sekitar lampu templok dengan 3 titik berbeda (bagian atas, bawah, tengah).
d.      Merasakan panas yang terjadi dan identifikasi termasuk  perpindahan jenis apa dari panas tersebut (konduksi, konveksi, radiasi).



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1  Hasil pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan volume gelas dan lama penyalaan
Volume gelas (ml)
Lama Api Menyala (detik)
Rata-rata detik
(detik)
Percobaan 1
Percobaan 2
Percobaan 3
200
5,86
4,82
3,83
4,83
300
7,53
7,39
6,81
7,24
500
10,76
9,68
8,87
9,77
1000
15,3
13,32
12,64
13,70

Grafik 1. Hubungan antara volume gelas dengan lamanya nyala api

Tabel 2. Hasil pengamatan pemindahan panas pada lampu teplok
Titik Pengamatan
Jenis Pemindahan Panas
Keterangan
A (Ujung Bawah)
Konduksi
Tidak panas
A-B (Antara Ujung Atas – Ujung Bawah)
Konduksi dan Konveksi
Sangat panas
C (Ujung atas)
Radiasi
Panas

3.2  Pembahasan
Dalam teori segitiga api, api terjadi karena akibat bergabungnya tiga unsur utama pembentuk api yaitu panas, bahan bakar, dan oksigen yang apabila ketiga unsur tersebut bergabung akan menyebabkan terjadinya api. Pada saat terjadi pembakaran harus terdapat bahan bakar untuk di bakar, terdapat udara untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan ada panas untuk memulai dan melanjutkan pembakaran. Namun, apabila salah satu dari ketiga unsur diatas ditiadakan maka api tidak akan timbul (Suratmo 1974).
Api berkaitan erat terhadap kebakaran hutan, apabila segitiga api tersedia dihutan maka akan tercipta kebakaran hutan yang dapat merusak hutan beserta isinya. Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena global yang juga bahkan terjadi di hutan tropis lembab seperti di Indonesia (Solichin 2007).
Praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap lamanya nyala api yang dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang terdapat di dalam gelas ukur sebagai variabel bebasnya. Gelas ukur yang digunakan berukuran  200ml, 300ml, 500 ml, dan 1000 ml. Masing-masing gelas dilakukan percobaan dengan 3 kali pengulangan. Setelah melakukan percobaan, diketahui bahwa rata-rata lilin yang ditutup gelas berukuran 200mL nyala apinya bertahan selama 4,83 detik, gelas berukuran 300mL nyala apinya bertahan selama 7,24 detik, gelas berukuran 500mL nyala apinya bertahan selama 9,77 detik, dan gelas berukuran 1000mL nyala apinya bertahan selama 13,70 detik. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa api yang menyala paling lama adalah lilin yang ditutup dengan menggunakan gelas ukur 1000ml. Sedangkan nyala api paling sebentar adalah lilin yang ditutup dengan menggunakan gelas ukur 200ml. Hal ini diduga karena oksigen dalam  gelas yang bervolume besar lebih banyak di banding dengan volume gelas yang kecil. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan oksigen dapat mempengaruhi dalam proses pembakaran. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suratmo (1974) tentang syarat terjadinya nyala api yaitu oksigen, bahan bakar, dan panas. Jika salah satunya tidak ada maka api akan padam. Segitiga api sangat penting untuk diketahui karena dapat memberi tahu kita tentang bagaimana memadamkan api melalui ketiga unsur tersebut. Kita dapat meredam panas dengan menyemprotkan air ke atas api, memutuskan oksigen, atau dengan melemparkan lumpur atau tanah di atas api tersebut.
Menurut Giancoli (1998), perpindahan suatu kalor atau panas dari suatu tempat atau benda ke tempat atau benda lain dapat terjadi melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi yaitu hasil tumbukan molekul molekul dimana saat salah satu ujung benda dipanaskan, molekul molekul ditempat tersebut bergerak lebih cepat sehingga bertumbukan dengan molekul lain yang bergerak lebih lambat, terjadilah transfer energi antar molekul, yang pada akhirnya terjadi hantaran panas. Konveksi melibatkan zat cair dan gas dalam perpindahan panas, contohnya pada pemansan air dalam panci, terjadi sirkulasi panas didalam zat cair, udara panas naik ke atas. Radiasi melibatkan gelombang elektromagnetik dalam perpindahan panasnya, namun tidak memerlukan medium untu perpindahan panasnya.
Pada praktikum pemindahan panas, diamati setiap perpindahan panas yang terjadi pada semprong lampu teplok. Perpindahan panas diamati pada tiga titik di semprong tersebut, yaitu titik A (ujung bawah semprong), B (antara ujung atas – ujung bawah semprong) dan C (di atas bagian atas semprong). Pada pengamatan didapatkan hasil bahwa pada titik A terjadi proses konduksi, pada titik B terjadi proses konduksi dan konveksi, sedangkan pada titik C terjadi proses radiasi. Titik A mengalami proses konduksi karena perpindahan panas berpindah melalui permukaan kaca ke tangan melalui sentuhan. Selain itu, berdasarkan Giancoli (1998), hal ini benar adanya karena disebabkan oleh perpindahan panas dari ujung kaca semprong yang merambat ke atas sebagai akibat terjadi perpindahan molekul pada kaca tersebut.
Pada titik B, terjadi proses konduksi dan konveksi. Titik B mengalami konduksi karena perpindahan panas terjadi dari titik A diteruskan sampai ke titik B melalui perpindahan molekul-molekul kaca semprong juga terjadi melalui perpindahan panas dari kaca ke tangan melalui sentuhan. Selain itu titik ini mengalami konveksi, karena terjadi perpindahan panas yang terjadi melalui udara di dalam kaca semprong. Akibatnya udara panas itu bergerak ke atas dan dapat memanaskan bagian di sekitar titik B. Pada titik C terjadi radiasi, dimana panas dari sumber langsung dipancarkan sampai ke tangan tanpa melalui suatu perantara. Pada dasanya radiasi juga terjadi pada titik A dan B. Hal ini terjadi karena panas dari sumber langsung dipancarkan ke kaca tanpa melalui suatu perantara. Namun, karena yang paling dominan adalah proses yang terjadi seperti yang disajikan di data, maka pada titik A hanya disebutkan mengalami konduksi serta titik B mengalami konduksi dan konveksi.



BAB IV
KESIMPULAN
Hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa nyala api pada lilin yang ditutup gelas kaca yang lebih besar memiliki waktu meyala lebih lama dikarenakan pasokan Oksigen yang lebih banyak. Hubungan antara volume gelas dan lama penyalaan adalah berbanding lurus. Semakin besar volume gelas, maka lama penyalaan api akan semakin lama. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan oksigen dapat mempengaruhi dalam proses pembakaran. Sesuai dengan syarat-syarat terjadinya nyala yaitu oksigen, bahan bakar, dan panas. Jika salah satu unsur tidak ada maka api akan padam. Pada suatu proses pembakaran terjadi proses pemindahan panas. Panas berpindah dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan panas yang terjadi pada semprong lampu teplok pada titik A (ujung bawah semprong) adalah konduksi, titik B (antara ujung atas – ujung bawah semprong) adalah konduksi dan konveksi, serta titik C (di atas bagian atas semprong) adalah radiasi.


DAFTAR PUSTAKA
Giancoli D C. 1998. Fisika edisi kelima.  Jakarta (ID) : Erlangga.
Purbawaseso B.2004.Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Suratmo F G.1974. Perlindungan Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Solichin. 2007. Ringkasan Laporan Hasil Pencapaian Kegiatan Sistem Informasi Kebakaran. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan RI.





0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates