BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Api
merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan. Api terbentuk karena
adanya interaksi antara sumber panas, bahan bakar, dan oksigen. Ketiga unsur
bahan baku proses pembakaran tersebut dikenal denga segitiga api. Apabila ada
salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka tidak dapat terjadi pembakaran.
Selama ini hal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan diantaranya
adalah kebakaran hutan yang disebabkan oleh api (Purbowaseso 2004). Maka dari
itu perlunya mempelajari komponen pembentukan api untuk mencegah kebakaran
hutan.
Api menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan sehari-hari. Panas tersebut dapat dimanfaatkan karena memiliki sifat berpindah
dari tempat bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah. Panas berpindah
dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan panas sering juga
dijumpai dalam kegiatan sehari-hari antara lain: api unggun, memasak air,
menjemur pakaian, dan lain-lain. Praktikum pemindahan panas ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui macam-macam pemindahan panas.
1.2
Tujuan
praktikum
1. Konsep
Segitiga api
Untuk membuktikan bahwa
untuk terjadinya proses pembakaran harus tersedia ketiga unsur bahan baku
proses pembakaran yaitu bahan bakar, sumber panas, dan oksigen.
2. Pemindahan
panas
Untuk menentukan
macam-macam cara pemindahan panas pada suatu proses pembakaran.
BAB II
BAHAN DAN METODE
2.1
Bahan
dan alat
1. Konsep
segitiga api
a. Lilin
b. Gelas
ukur 200ml, 300ml, 500 ml, dan 1000 ml
c. Korek
api
d. Alat
pengukur waktu
2. Pemindahan
panas
a. Lampu
teplok
b. Korek
api
c. Alat
pengukur waktu
2.2
Metode
Praktikum
1. Konsep
Segitiga api
a. Menyiapkan
alat dan bahan.
b. Mengukur
sumbu pada lilin sepanjang 0,5 cm- 1cm.
c. Menyalakan
lilin dengan menggunakan korek api (diamkan sampai nyala api stabil).
d. Menutup
lilin dengan gelas ukur dalam berbagai ukuran yang telah disediakan, secara
bergantian.
d.
Menghitung lamanya waktu penyalaan
lilin dari lilin ditutup sampai nyala apinya padam.
e.
Melakukan percobaan sebanyak tiga
kali pengulangan untuk masing-masing ukuran gelas.
f.
Sebelum di lakukan pengulangan,
kondisi gelas harus dalam keadaan dingin.
2. Pemindahan
panas
a.
Menyediakan lampu templok yang telah
terisi minyak tanah.
b. Menyalakan
lampu templok tersebut dengan korek api (tunggu sampai nyalal api maksimal
sebelum ditutup).
c. Menempelkan
tangan di sekitar lampu templok
dengan 3 titik berbeda (bagian atas, bawah, tengah).
d. Merasakan
panas yang terjadi dan identifikasi termasuk
perpindahan jenis apa dari panas tersebut (konduksi, konveksi, radiasi).
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan volume gelas dan lama
penyalaan
Volume
gelas (ml)
|
Lama
Api Menyala (detik)
|
Rata-rata
detik
(detik)
|
||
Percobaan
1
|
Percobaan
2
|
Percobaan
3
|
||
200
|
5,86
|
4,82
|
3,83
|
4,83
|
300
|
7,53
|
7,39
|
6,81
|
7,24
|
500
|
10,76
|
9,68
|
8,87
|
9,77
|
1000
|
15,3
|
13,32
|
12,64
|
13,70
|
Grafik 1. Hubungan antara volume gelas dengan lamanya nyala api |
Tabel 2. Hasil pengamatan pemindahan panas pada lampu teplok
Titik Pengamatan
|
Jenis Pemindahan Panas
|
Keterangan
|
A (Ujung Bawah)
|
Konduksi
|
Tidak panas
|
A-B (Antara Ujung Atas – Ujung Bawah)
|
Konduksi dan Konveksi
|
Sangat panas
|
C (Ujung atas)
|
Radiasi
|
Panas
|
3.2
Pembahasan
Dalam teori
segitiga api, api terjadi karena akibat bergabungnya tiga unsur utama pembentuk
api yaitu panas, bahan bakar, dan oksigen yang apabila ketiga unsur tersebut
bergabung akan menyebabkan terjadinya api. Pada saat terjadi pembakaran harus
terdapat bahan bakar untuk di bakar, terdapat udara untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, dan ada panas untuk memulai dan melanjutkan pembakaran. Namun, apabila salah satu dari
ketiga unsur diatas ditiadakan maka api tidak akan timbul (Suratmo 1974).
Api berkaitan erat terhadap kebakaran hutan, apabila segitiga
api tersedia dihutan maka akan tercipta kebakaran hutan yang dapat merusak
hutan beserta isinya. Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena global yang
juga bahkan terjadi di hutan tropis lembab seperti di Indonesia (Solichin
2007).
Praktikum kali
ini, dilakukan pengamatan terhadap lamanya nyala api yang dipengaruhi oleh
jumlah oksigen yang terdapat di dalam gelas ukur sebagai variabel bebasnya.
Gelas ukur yang digunakan berukuran
200ml, 300ml, 500 ml, dan 1000 ml. Masing-masing gelas dilakukan
percobaan dengan 3 kali pengulangan. Setelah melakukan percobaan, diketahui bahwa rata-rata lilin
yang ditutup gelas berukuran 200mL nyala apinya bertahan selama 4,83 detik,
gelas berukuran 300mL nyala apinya bertahan selama 7,24 detik, gelas berukuran
500mL nyala apinya bertahan selama 9,77 detik, dan gelas berukuran 1000mL nyala
apinya bertahan selama 13,70 detik. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa api
yang menyala paling lama adalah lilin yang ditutup dengan menggunakan gelas
ukur 1000ml. Sedangkan nyala api paling sebentar adalah lilin yang ditutup
dengan menggunakan gelas ukur 200ml. Hal ini diduga karena oksigen dalam gelas
yang bervolume besar lebih banyak di banding dengan volume gelas yang kecil. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan oksigen dapat mempengaruhi
dalam proses
pembakaran. Sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Suratmo (1974) tentang syarat terjadinya nyala
api yaitu oksigen, bahan bakar,
dan panas. Jika salah satunya tidak ada maka api akan padam. Segitiga api
sangat penting untuk diketahui karena dapat memberi tahu kita tentang bagaimana
memadamkan api melalui ketiga unsur tersebut. Kita dapat meredam panas dengan
menyemprotkan air ke atas api, memutuskan oksigen, atau dengan melemparkan
lumpur atau tanah di atas api tersebut.
Menurut Giancoli
(1998), perpindahan
suatu kalor atau panas dari suatu tempat atau benda ke tempat atau benda lain
dapat terjadi melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
Konduksi yaitu hasil tumbukan molekul molekul dimana saat salah satu
ujung benda dipanaskan, molekul molekul ditempat tersebut bergerak lebih cepat
sehingga bertumbukan dengan molekul lain yang bergerak lebih lambat, terjadilah
transfer energi antar molekul, yang pada akhirnya terjadi hantaran panas. Konveksi
melibatkan zat cair dan gas dalam perpindahan panas, contohnya pada pemansan
air dalam panci, terjadi sirkulasi panas didalam zat cair, udara panas naik ke
atas. Radiasi melibatkan gelombang elektromagnetik dalam perpindahan panasnya,
namun tidak memerlukan medium untu perpindahan panasnya.
Pada praktikum pemindahan panas, diamati setiap perpindahan
panas yang terjadi pada semprong lampu teplok. Perpindahan panas diamati pada
tiga titik di semprong tersebut, yaitu titik A (ujung bawah semprong), B (antara
ujung atas – ujung bawah semprong) dan C (di atas bagian atas semprong). Pada pengamatan
didapatkan hasil bahwa pada titik A terjadi proses konduksi, pada titik B
terjadi proses konduksi dan konveksi, sedangkan pada titik C terjadi proses
radiasi. Titik A mengalami proses konduksi karena perpindahan panas berpindah
melalui permukaan kaca ke tangan melalui sentuhan. Selain itu, berdasarkan
Giancoli (1998), hal ini benar adanya karena disebabkan oleh perpindahan panas
dari ujung kaca semprong yang merambat ke atas sebagai akibat terjadi perpindahan
molekul pada kaca tersebut.
Pada titik B, terjadi proses konduksi dan konveksi. Titik B
mengalami konduksi karena perpindahan panas terjadi dari titik A diteruskan
sampai ke titik B melalui perpindahan molekul-molekul kaca semprong juga
terjadi melalui perpindahan panas dari kaca ke tangan melalui sentuhan. Selain
itu titik ini mengalami konveksi, karena terjadi perpindahan panas yang terjadi
melalui udara di dalam kaca semprong. Akibatnya udara panas itu bergerak ke
atas dan dapat memanaskan bagian di sekitar titik B. Pada titik C terjadi
radiasi, dimana panas dari sumber langsung dipancarkan sampai ke tangan tanpa
melalui suatu perantara. Pada dasanya radiasi juga terjadi pada titik A dan B.
Hal ini terjadi karena panas dari sumber langsung dipancarkan ke kaca tanpa
melalui suatu perantara. Namun, karena yang paling dominan adalah proses yang
terjadi seperti yang disajikan di data, maka pada titik A hanya disebutkan
mengalami konduksi serta titik B mengalami konduksi dan konveksi.
BAB IV
KESIMPULAN
Hasil
praktikum ini dapat disimpulkan bahwa nyala api pada lilin yang ditutup gelas
kaca yang lebih besar memiliki waktu meyala lebih lama dikarenakan pasokan
Oksigen yang lebih banyak. Hubungan antara volume gelas dan lama penyalaan
adalah berbanding lurus. Semakin besar volume gelas, maka lama penyalaan api
akan semakin lama. Hal ini
membuktikan bahwa keberadaan oksigen dapat mempengaruhi dalam proses pembakaran. Sesuai dengan syarat-syarat terjadinya
nyala yaitu oksigen, bahan bakar,
dan panas. Jika salah satu unsur tidak ada maka api akan padam. Pada suatu
proses pembakaran terjadi proses pemindahan panas. Panas berpindah dengan cara
konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan panas yang terjadi pada semprong lampu teplok
pada titik A (ujung bawah semprong) adalah konduksi, titik B (antara
ujung atas – ujung bawah semprong) adalah konduksi dan konveksi, serta titik C (di atas bagian atas
semprong) adalah radiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli D C. 1998. Fisika edisi kelima. Jakarta
(ID) : Erlangga.
Purbawaseso B.2004.Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Suratmo F G.1974. Perlindungan
Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Solichin. 2007. Ringkasan Laporan
Hasil Pencapaian Kegiatan Sistem Informasi Kebakaran.
Jakarta (ID): Departemen Kehutanan RI.
0 komentar:
Posting Komentar