Minggu, 16 April 2017

PERLINHUT - PENGARUH TOPOGRAFI PADA KECEPATAN PENJALARAN API KEBAKARAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kebakaran dalam hutan dapat terjadi bila sedikitnya tersedia tiga komponen yaitu bahan bakar, oksigen atau udara, dan penyalaan api. Seluruh komponen tersebut sebagi bahan bakar, baik sendiri maupun secara komulaif, ditentukan oleh jumlah, kondisi terutama kadar airnya dan penyebaran dalam hutan. Kebakaran terjadi apabila ada setidaknya tiga faktor penentu, yaitu bahan yang dapat terbakar (materials), sumber api (ignition), dan zat asam (oksigen) yang bertemu atau berinteraksi dalam proses pembakaran. Bagaimanapun keringnya kayu dan bahan organis lainnya bila tidak ada sumber api, tentunya kebakaran hutan masih dapat dihindari (Ahmad 2008).
Bahan Bakar (Pohon, rumput, dan semak) dapat terbakar bila tersedia udara dan panas yang cukup. Tiga unsur tersebut biasa disebut “segitiga api”. Bila tiga unsur segi tiga api tersebut tidak tersedia secara lengkap, api tidak dapat membakar. Harus ada panas yang cukup untuk menyulut bahan bakar misalnya: panas dari korek api, batubara, api bekas memasak, dari kendaraan,dari chainsaw, dari puntung rokok dan lain-lain. Dan harus ada udara (oksigen) untuk dapat terbakar, tanpa ada udara sedikitpun api tidak akan hidup (Young and Giese 1991).
Pohan (1984) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa semakin curam lereng tidaklah menunjukkan semakin cepat api menjalar, akan tetapi pada kondisi kemiringan yang sedang (25%) api menjalar paling cepat. Untuk kemiringan 0% dan 15 % masih terlalu sedikit angin yang mempengaruhi kebakaran atau hanya bagian bawah angin saja yang berpengaruh permukaan kebakaran dan untuk kemiringan yang terlalu curam (45%) permukaan lereng dapat menghambat angin. Oleh karena itu, pada kemiringa 25% merupakan kondisi yang baik bagi angin untuk memindahkan panas dan mensuplai oksigen.


Faktor – faktor topografi yang penting meliputi: aspek, elevasi, daerah curam, tebing dan jeram. Kelerengan mempengaruhi penjalaran api, sifat – sifat dari nyala api dan perilaku api lainnya. Dalam hal ini kelerengan berpengaruh terhadap sudut nyala api (Weise and Biging 1996). Hasil penelitian Weise and Biging (1996) menunjukkan rata – rata sudut nyala api berkisar antara -39,5° untuk kelerengan 30%  kearah bawah hingga 13,5° untuk kelerengan 30%  kearah bawah tanpa adanya pengaruh angin.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai kemiringan lereng pada laju penjalaran api kebakaran.


BAB II
BAHAN DAN METODE

2.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
·      Lidi
·      Penggaris
·      Korek api
·      Alat pengukur waktu
·      Penyangga berupa kincir

2.2  Cara Kerja
Cara kerja pada praktikum kali ini yaitu :
·         Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.
·         Mengukur panjang lidi awal.
·         Mengatur posisi bahan bakar ( lidi ) di penyangga pada berbagai kemiringan. Posisi kemiringannya yaitu pada 0º, 45º, 90º, 135º, dan 180º.
·         Menyulut lidi dengan korek apai dan mencatat waktu penjalaran api hingga apinya padam.
·         Mengukur kembali panjang lidi setelah proses pembakaran atau penjalaran api.
·         Mengulangi langkah yang sama pada setiap posisi kemiringan hingga tiga kali pengulangan.
·         Mencatat hasil praktikum pada tabel yang telah ada.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1 Hasil Pengamatan Laju Penjalaran Api Pada Posisi Lidi yang Berbeda
Posis Lidi
( 0 )
Lama Api Padam
(Detik)
Panjang Lidi Terbakar (cm)
Laju penjalaran (cm/detik)
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0
30,51
20,64
24,99
25,38
0,6
0,6
0,5
0,56
0,022
45
28,32
44,61
34,81
35,91
0,3
0,7
0,3
0,43
0,012
90
28,90
44,11
37,80
36,93
0,6
0,7
1
0,76
0,020
135
22,68
31,52
24,15
26,11
0,2
1,5
1,1
0,93
0,035
180
42,14
117,60
57,04
72,26
11,4
11,2
11,1
11,23
0,155


Grafik 1 Laju penjalaran api terhadap posisi batang lidi

 
3.2 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan pengujian tentang pengaruh topografi pada kecepatan penjalaran api kebakaran. Prinsipnya yaitu untuk mengetahui pengaruh berbagai kemiringan lereng pada laju penjalaran api kebakaran. Bahan yang digunakan adalah batang lidi yang ditopang oleh besi penyangga yang dapat membentuk sudut lingkaran 3600. Sudut yang digunakan adalah sudut 00, 450, 900, 1350, dan 1800. Masing-masing sudut diberi perlakuan tiga kali percobaan dan diambil nilai rata-ratanya untuk keakuratan data. Aspek yang diukur dalam percobaan ini adalah lamanya api padam(detik) dan panjang lidi terbakar (cm) dengan hasil akhir adalah laju penjalaran api (cm/detik). Percobaan-percobaan  yang dilakukan tersebut menghasilkan laju penjalaran api yang diberi perlakuan topografi 1800 lebih laju penjalaran apinya dari pada perlakuan topografi yang lainnya. Laju penjalaran api pada sudut 1800 dengan tiga kali percobaan yaitu 0,155 cm/detik, disusul oleh sudut 1350 dengan laju penjalaran apinya yaitu 0,035 cm/detik, selanjutnya disusul oleh sudut 00 dengan laju penjalaran 0,022 cm/detik dan sudut 900 dengan laju penjalaran 0,020 cm/detik, dan yang terakhir adalah sudut topografi 450 dengan laju penjalaran 0,012 cm/detik. Hasil ini menunjukkan bahwa pada sudut 1800 laju penjalaran api sangat cepat karena faktor angin. Pada kondisi ini angin sangat leluasa mempengaruhi api, suplai oksigen sangat mendukung terjadinya proses pembakaran yang sempurna. Kondisi ini memudahkan api menghantarkan panas kebahan bakar, terlebih lagi arah peregerakan api yang di pengaruhi oleh angin mengarah keatas atau melawan arah gravitasi bumi, sehingga bahan bakarnya mudah terbakar dengan cepat. Begitu juga dengan kondisi sudut topografi 1350 faktor angin juga sangat berpengaruh pada kondisi ini dengan kepala api mengarah keatas, sehingga mempercepat laju pembakaran. Laju penjalaran terendah berada pada  posisi 450. Hal ini disebabkan karena faktor angin kurang mendukung. Penjalaran api lebih dominan kearah atas, sehingga memperlambat penghantaran panas ke bahan bakarnya dan penghambat laju penjalaran apinya. Faktor lain yang mempengaruhinya yaitu waktu penyuluran api, api belum menyala secara normal sehingga api mudah padam.
Pohan (1984) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa semakin curam lereng tidaklah menunjukkan semakin cepat api menjalar, akan tetapi pada kondisi kemiringan yang sedang (25%) api menjalar paling cepat. Untuk kemiringan 0% dan 15 % masih terlalu sedikit angin yang mempengaruhi kebakaran atau hanya bagian bawah angin saja yang berpengaruh permukaan kebakaran dan untuk kemiringan yang terlalu curam (45%) permukaan lereng dapat menghambat angin. Oleh karena itu, pada kemiringa 25% merupakan kondisi yang baik bagi angin untuk memindahkan panas dan mensuplai oksigen. Hasil penelitian Pohan tersebut tidak sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan, pada hasil praktikum yang dilakukan laju penjalaran api yang paling cepat adalah pada sudut topografi 1800. Hal ini diduga karena metode yang dilakukan berbeda.



BAB IV
KESIMPULAN
 4.1 Kesimpulan
            Laju penjalaran api sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, salah satunya adalah faktor topografi. Dalam prakteknya laju penjalaran api pada sudut 1800 sangat cepat dibandingkan dengan sudut yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh angin terhadap penjalaran api dan kepala api menjalar ke atas.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad ST.2008. Pengaruh Data Hotspot untuk Minotoring Kebakaran Hutan. Medan (ID) : USU Repasitory.
Pohan ZR. 1984. Pengaruh Berbagai Kecepatan Angin dan Kemiringan Lereng Terhadap Kecepatan Menjalarnya Api [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Young RA, Giese RL. 1991. Introduction to Forest Fire. Toronto Canada (CA) : John Wiley and Sons Inc.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates