Minggu, 16 April 2017

PERLINHUT - MAKALAH DAMPAK ILEGAL LOGGING TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Hutan sebagai sumber daya alam yang memiliki berbagai manfaat penting bagi keberlangsungan hidup mahluk hidup. Pengelolaan hutan yang baik harus dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Hutan pun memiliki fungsi yang sangat banyak bagi makhluk hidup di dunia, salah satunya sebagai tempat tinggal spesies-spesies tumbuhan dan hewan yang langka. Tapi sayangnya di Indonesia masih kurangnya pengelolaan hutan yang baik dan benar dan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan. Maka dari itu tidak heran jika banyak kerusakan hutan di Indonesia. Kerusakan hutan di Indonesia paling banyak dipengaruhi oleh kasus Illegal logging.
            Permasalah pembalakan liar (illegal logging) di Indonesia bukan lagi menjadi sesuatu hal yang baru. Maraknya kasus illegal logging di Indonesia terutama di provinsi Kalimantan membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus illegal logging terbanyak di dunia. Banyaknya kasus illegal logging yang terjadi di Indonesia dikhawatirkan dapat menimbulkan banyak dampak negatif, terutama dampak untuk hewan dan juga tu mbuhan. Jika hutan rusak maka sudah pasti banyak makhluk hidup yang kehilangan tempat tinggalnya dan bisa saja menimbulkan kepunahan bagi beberapa spesies. Selain itu dampak yang ditimbulkan bagi manusia, terutama masyarakat sekitar hutan mulai dari suhu yang semakin panas (pemanasan global), susahnya mendapatkan air bersih, sampai imbas dari illegal logging itu sendiri.
            Sebenarnya illegal logging di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh orang-orang memiliki jabatan dan yang mengerti bahwa illegal logging merupakan sebuah tindak kejahatan. Namun karena terlalu rakusnya orang-orang tersebut maka mereka tidak mempedulikan dampak apa saja yang akan terjadi atas tindakan illegal logging tersebut. Mereka memperbudak orang-orang di sekitar hutan yang kurang akan pendidikan untuk menjadi orang yang menebang pohon secara liar.
            Di Indonesia sendiri sudah banyak sekali peraturan tentang kehutanan yang terutama membahas tentang tindakan illegal logging. Namun karena tidak semua orang mengetahuinya dan juga kurangnya sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat yang berada di pedalaman membuat masih maraknya tindakan illegal logging. Selain itu pratisipasi masyarakat yang masih minim untuk melestarikan hutan di Indonesia memberikan pengaruh terhadap kecintaan masyarakat untuk melestarikan hutan yang ada di Indonesia.


1.1  Rumusan masalah
1.      Pengertian illegal logging
2.      Dampak ilegal logging bagi masyarakat sekitar hutan.
3.      Siapa pihak yang menyebabkan ilegal logging
4.      Solusi dari permasalahan ilegal loging

1.2  Tujuan
1.      Memahami pengertian illegal logging
2.      Mengetahui dampak illegal logging
3.      Mengetahui pihak-pihak yang menyebabkan illegal logging
4.      Memberikan solusi dari permasalahan illegal loging



BAB II
LANDASAN TEORI

Hutan mempunyai fungsi yang beraneka ragam, antara lain sebagai penghasil kayu dan hasil-hasil hutan lainnya serta sebagai pelindung lingkungan dan penyangga kehidupan yang mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah banjir dan tanah longsor, mencegah erosi, dan lain, lain. Prinsip kelestarian yang terkenal dengan konsep “Maximum Sustainable Yield” telah lama dikenal dalam bidang pengelolaan sumber daya hutan (Suparmoko 2012).
Air merupakan produk penting dari hasil hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak kota yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai (water run off) dan menyebabkan erosi dan banjir (Suparmoko 2012).
Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan, serta memanfaatkan sumber daya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan. Kondisi ini tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh faktor teknis semata, namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial (Nurrochmat 2005)
Kebijakan pembangunan kehutanan di satu sisi dapat meningkatkan devisa negara, namun di sisi lain telah menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak pembangunan kehutanan tidak cukup nyata terhadap peningkatan kesejahteraan. Kondisi ini menjadi tekanan yang menyebabkan sulitnya mencapai pengelolaan hutan secara lestari (Kartodiharjo 2008).
Pengelolaan hutan dalam skala besar berawal dari krisis ekonomi yang mendera Indonesia pertengahan tahun 1960-an. Kondisi tersebut memaksa pemerintah mengarahkan segala kemampuan untuk menggenjot pertumbuhan devisa melalui eksploitasi sumber daya alam termasuk hutan, yang diatur dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tengtang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPH dan HPHH). Sejak saat itu, eksploitasi hutan skala besar mulai beroperasi dan isi hutan dikuras atas nama pembangunan yang menempatkan sektor kehutanan sebagai salah satu sumber penghasil devisa terbesar di luar migas (Nurrochmat 2005).
Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah tindak kejahatan terhadap hutan yang merugikan negara, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara sosial, dan lingkungan. Potensi kerugian yang ditanggung negara akibat pembalakan liar mencapai Rp 83 miliar per hari atau Rp 30,3 tri­liun per tahun. Ironisnya, praktik pembalakan liar telah memus­nahkan hampir ti­ga perempat hu­tan alam di Indo­ne­sia. Luas areal hutan Indonesia yang hilang da­lam setahun setara dengan luas negara Swiss, yakni 41.400 kilo­meter persegi (Statistik Kehutanan Indonesia 2011).
Dari segi sosial dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah, serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar. Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah pohon tertentu sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati (Sudarsono 2010).
Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan (pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi (Brigantoro 2007).




BAB III
PEMBAHASAN
3.1              Pengertian illegal logging
            Ilegal logging atau pembalakan liar berdasarkan Inpres No.5 Tahun 2011, tentang Pemberantasan Penebangan Kayu illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil hutan ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan taman Nasional Tanjung Puting adalah penebangan kayu di kawasan hutan dengan tidak sah. Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang -undangan, yaitu berupa pencurian kayu di dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang izin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan. Maka penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa izin yang tepat di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dengan kata lain batasan/pengertian illegal logging adalah meliputi serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu, tahap pemprosesan dan tahap pemasaran, dan bahkan meliputi cara cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak.

3.2              Dampak illegal logging bagi masyarakat sekitar hutan
            Illegal logging memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai harganya. Adapun dampaknya ilegal logging pada masyarakat sekitar hutan antara lain :

·         Kepunahan berbagai varietas hayati
Penebangan secara ilegal sangat berdampak negatif terhadap ekosistem hutan, ilegal logging yang kian marak tentunya akan merusak habitat flora dan fauna. Dengan rusaknya habitat mereka, maka akan sulit bagi mereka untuk meneruskan hidup, contohnya lebah hutan yang hanya dapat tinggal di pohon pohon tinggi saja, jika habitat mereka hilang maka kemungkinan mereka akan punah akan semakin tinggi, hal ini akan sangat merugikan terutama masyarakat sekitarnya.

·         Berkurangnya persedian air bersih
Illegal Logging dapat mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis dilalap para pembalak liar. Hal ini mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air untuk irigasi. Menurut kompas, pada tahun 2007 ini tercatat 78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 provinsi dan 36 kabupaten di Indonesia.

·         Rusaknya lapisan tanah
Semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia. Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara tidak langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan.

·         Bencana Alam
Dampak yang sudah mulai terasa sekarang ini adalah pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor. Menurut kompas, pada tahun 2007 Indonesia telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 provinsi, di samping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Banjir dan tanah longsor di Indonesia telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar. Kerusakan lingkungan yang paling terlihat yaitu di daerah Sumatera yang baru saja dilanda banjir badang dan tanah longsor sangat parah. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang kehilangan harta benda, rumah, dan sanak saudara mereka akibat banjir dan tanah longsor. Bahkan menurut Kompas, di Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan sawahnya terendam banjir dan 263.071 hektar sawah terendam dan gagal panen.

3.3              Pihak yang terlibat dalam illegal logging
·         Masyarakat Biasa
Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku illegal logging . Masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga melakukan illegal logging untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Selain itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai pekerja ataupun  buruh di suatu perusahaan/organisasi.




·         Kalangan Pejabat
Pejabat dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam kasus illegal logging. Karena apa? Karena mereka memiliki kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang disalahgunakan, mereka dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk menjalankan aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi “protector” para cukong kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah yang terkadang dapat membuat para cukong kayu terbebas dari jeratan hukum. Dari pemberian izin yang illegal ini, tentunya para pejabat terkait akan mendapatkan profit materi dari para cukong kayu ataupun perusahaan terkait.

·         Perusahaan/industri
Satu lagi subjek yang tak kalah krusialnya dari praktek illegal logging ialah para industri dan perusahaan. Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para industri/perusahaan melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama dengan kalangan tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya perusahaan/industri skala kecil saja yang terlibat, bahkan beberapa  perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan illegal logging.

3.4              Solusi penanggulangan illegal logging
·       Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
·       Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik.
·       Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya penembangan kayu secara ilegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging.
·       Mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu.
·       Menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu ilegal, dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan “penadahan”.Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu ilegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi (corporate crime).



BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Illegal logging merupakan salah satu kasus di sektor kehutanan  Indonesia yang tidak bisa diremehkan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya baik secara langsung maupun tidak langsung cukup bersifat signifikan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini tetap dilakukan dengan itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar pihak.


4.1  Saran
Berkenaan dengan illegal logging, sebaiknya semua pihak turut bahu membahu dalam meminimlisir praktek ini, karena tanpa adanya kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarkat, maka praktek illegal logging akan sulit untuk dikecilkan presentasenya. Ditambah lagi, pemberantasan illegal logging bukanlah tanggung jawab suatu kalangan saja, tapi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Pemerintah sebaiknya menjalakan fungsinya dengan baik dan benar sebagai aparat yang mengawasi dan menegakkan hukum yang berlaku, jangan sampai malah menjadi pelanggar (pelaku) dari aturan yang telah dibuat. Selain itu, pemerintah juga perlu mengadakan atau menjalin kemitraan dengan masyarakat. Dengan kemitraan ini, antar pihak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bekerja sama. Di lain pihak, masyarakat sebaiknya bisa menjadi kontrol yang peka atas kinerja pemerintahan dalam menjalakan fungsinya dan berpartisipasi aktif dalam memberantas illegal logging, bukan hanya bisa menyalahkan dan memojokkan pemerintah tanpa berbuat apapun yang akan memperkeruh suasana tanpa solusi yang jelas.



DAFTAR PUSTAKA

Nurrochmat DR, Birgantoro BA. 2007. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat di KPH Banyuwangi Utara. JMHT Vol. XIII (3) : Hal 172-181.

Kartodihardjo H. 2008. Diskursus dan aktor dalam pembuatan dan implementasi kebijakan kehutanan : masalah kerangka pendekatan rasional, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. JMHT Vol. XIV (1) : Hal 19– 27.

Kompas.com

Suparmoko M. 2012. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Suatu Pendekaan Teoritis. Yogyakarta (ID) : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada BPFE.  

Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta (ID) : Kemenhut.

Sudarsono T. 2010. Penegakan hukum dan putusan peradilan kasus-kasus Illegal logging. Jurnal Hukum. Vol 17 (1).



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates