PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Hutan
sebagai sumber daya alam yang memiliki berbagai manfaat penting bagi
keberlangsungan hidup mahluk hidup. Pengelolaan hutan yang baik harus dapat
memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Hutan pun memiliki fungsi yang
sangat banyak bagi makhluk hidup di dunia, salah satunya sebagai tempat tinggal
spesies-spesies tumbuhan dan hewan yang langka. Tapi sayangnya di Indonesia
masih kurangnya pengelolaan hutan yang baik dan benar dan masih kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan. Maka dari itu tidak heran
jika banyak kerusakan hutan di Indonesia. Kerusakan hutan di
Indonesia paling banyak dipengaruhi oleh kasus Illegal logging.
Permasalah pembalakan liar (illegal
logging) di Indonesia bukan lagi menjadi sesuatu hal yang baru. Maraknya kasus
illegal logging di Indonesia terutama di provinsi Kalimantan membuat Indonesia
menjadi salah satu negara dengan kasus illegal logging terbanyak di dunia.
Banyaknya kasus illegal logging yang terjadi di Indonesia dikhawatirkan dapat
menimbulkan banyak dampak negatif, terutama dampak untuk hewan dan juga tu
mbuhan. Jika hutan rusak maka sudah pasti banyak makhluk hidup
yang kehilangan tempat tinggalnya dan bisa saja menimbulkan kepunahan bagi
beberapa spesies. Selain itu dampak yang ditimbulkan bagi manusia, terutama
masyarakat sekitar hutan mulai dari suhu yang semakin panas (pemanasan global),
susahnya mendapatkan air bersih, sampai imbas dari illegal logging itu sendiri.
Sebenarnya illegal logging di
Indonesia kebanyakan dilakukan oleh orang-orang memiliki jabatan dan yang
mengerti bahwa illegal logging merupakan sebuah tindak kejahatan. Namun
karena terlalu rakusnya orang-orang tersebut maka
mereka tidak mempedulikan dampak apa saja yang akan terjadi atas
tindakan illegal logging tersebut. Mereka memperbudak orang-orang di sekitar
hutan yang kurang akan pendidikan untuk menjadi orang yang menebang pohon
secara liar.
Di Indonesia sendiri sudah banyak
sekali peraturan tentang kehutanan yang terutama membahas tentang tindakan
illegal logging. Namun karena tidak semua orang mengetahuinya dan juga
kurangnya sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat yang berada di pedalaman
membuat masih maraknya tindakan illegal logging. Selain itu pratisipasi
masyarakat yang masih minim untuk melestarikan hutan di Indonesia memberikan
pengaruh terhadap kecintaan masyarakat untuk melestarikan hutan yang ada di
Indonesia.
1.1 Rumusan
masalah
1.
Pengertian illegal
logging
2.
Dampak ilegal logging
bagi masyarakat sekitar hutan.
3.
Siapa pihak yang
menyebabkan ilegal logging
4.
Solusi dari permasalahan ilegal loging
1.2 Tujuan
1.
Memahami pengertian illegal logging
2.
Mengetahui dampak illegal logging
3.
Mengetahui pihak-pihak
yang menyebabkan illegal logging
4.
Memberikan solusi dari
permasalahan illegal loging
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Hutan mempunyai fungsi yang beraneka ragam, antara
lain sebagai penghasil kayu dan hasil-hasil hutan lainnya serta sebagai
pelindung lingkungan dan penyangga kehidupan yang mengatur tata air, melindungi
kesuburan tanah, mencegah banjir dan tanah longsor, mencegah erosi, dan lain, lain.
Prinsip kelestarian yang terkenal dengan konsep “Maximum Sustainable
Yield” telah lama dikenal dalam bidang pengelolaan sumber daya hutan
(Suparmoko 2012).
Air merupakan produk penting dari hasil hutan. Tanah
di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga air
meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak kota yang menggantungkan diri
terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang
tahun. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka
sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai (water run
off) dan menyebabkan erosi dan banjir (Suparmoko 2012).
Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang
mempunyai akses langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan, serta
memanfaatkan sumber daya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan.
Kondisi ini tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian
hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh
faktor teknis semata, namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena
itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis
pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial (Nurrochmat
2005)
Kebijakan pembangunan kehutanan di satu sisi dapat
meningkatkan devisa negara, namun di sisi lain telah menyebabkan timbulnya
berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi
masyarakat lokal, dampak pembangunan kehutanan tidak cukup nyata terhadap peningkatan
kesejahteraan. Kondisi ini menjadi tekanan yang menyebabkan sulitnya mencapai
pengelolaan hutan secara lestari (Kartodiharjo 2008).
Pengelolaan hutan dalam skala besar berawal dari
krisis ekonomi yang mendera Indonesia pertengahan tahun 1960-an. Kondisi
tersebut memaksa pemerintah mengarahkan segala kemampuan untuk menggenjot
pertumbuhan devisa melalui eksploitasi sumber daya alam termasuk hutan, yang
diatur dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN). Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970
tengtang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPH dan HPHH).
Sejak saat itu, eksploitasi hutan skala besar mulai beroperasi dan isi hutan
dikuras atas nama pembangunan yang menempatkan sektor kehutanan sebagai salah
satu sumber penghasil devisa terbesar di luar migas (Nurrochmat 2005).
Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal
logging) adalah tindak kejahatan terhadap hutan yang merugikan negara,
tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara sosial, dan lingkungan. Potensi
kerugian yang ditanggung negara akibat pembalakan liar mencapai Rp 83 miliar
per hari atau Rp 30,3 triliun per tahun. Ironisnya, praktik pembalakan liar
telah memusnahkan hampir tiga perempat hutan alam di Indonesia. Luas areal
hutan Indonesia yang hilang dalam setahun setara dengan luas negara Swiss, yakni
41.400 kilometer persegi (Statistik Kehutanan Indonesia 2011).
Dari segi sosial dapat dilihat munculnya sikap kurang
bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat
pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah, serta antara
baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan
ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan
nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang
besar. Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah
hilangnya sejumlah pohon tertentu sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan
yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya
produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati
(Sudarsono 2010).
Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat
menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan
(pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat
menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi
hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan
liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang
berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga
kehidupan, telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi
kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang
sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak
berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan
akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai
titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin
lagi (Brigantoro 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian
illegal logging
Ilegal
logging atau pembalakan liar berdasarkan Inpres No.5 Tahun 2011, tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu illegal (Illegal
Logging) dan Peredaran Hasil hutan ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser
dan taman Nasional Tanjung Puting adalah penebangan kayu di kawasan
hutan dengan tidak sah. Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan
kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang -undangan, yaitu berupa
pencurian kayu di dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau
pemegang izin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan
dalam perizinan. Maka penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan
menebang kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah
kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi,
area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa izin yang tepat
di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk
kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dengan kata lain batasan/pengertian
illegal logging adalah meliputi
serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya
hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini
tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu,
tahap pemprosesan dan tahap pemasaran, dan bahkan meliputi cara cara yang korup
untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran keuangan,
seperti penghindaran pajak.
3.2
Dampak
illegal logging bagi masyarakat
sekitar hutan
Illegal
logging memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan
masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya
kerusakan secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa
yang tidak ternilai harganya. Adapun dampaknya ilegal logging pada masyarakat
sekitar hutan antara lain :
·
Kepunahan berbagai
varietas hayati
Penebangan secara ilegal sangat
berdampak negatif terhadap ekosistem hutan, ilegal logging yang kian marak
tentunya akan merusak habitat flora dan fauna. Dengan rusaknya habitat mereka,
maka akan sulit bagi mereka untuk meneruskan hidup, contohnya lebah hutan yang
hanya dapat tinggal di pohon pohon tinggi saja, jika habitat mereka hilang maka
kemungkinan mereka akan punah akan semakin tinggi, hal ini akan sangat
merugikan terutama masyarakat sekitarnya.
·
Berkurangnya persedian
air bersih
Illegal Logging dapat mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di
daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air
untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat,
sekarang habis dilalap para pembalak liar. Hal ini mengakibatkan masyarakat di
daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air untuk irigasi. Menurut kompas, pada tahun 2007 ini tercatat 78 kejadian
kekeringan yang tersebar di 11 provinsi dan 36 kabupaten
di Indonesia.
·
Rusaknya lapisan tanah
Semakin berkurangnya lapisan tanah
yang subur. Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda
Indonesia. Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara tidak
langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya lapisan
tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan.
·
Bencana Alam
Dampak yang sudah mulai terasa
sekarang ini adalah pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda
banjir dan tanah longsor. Menurut kompas, pada tahun 2007 Indonesia telah
mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 provinsi, di samping itu juga
terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Banjir dan tanah
longsor di Indonesia telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar.
Kerusakan lingkungan yang paling terlihat yaitu di daerah Sumatera yang baru
saja dilanda banjir badang dan tanah longsor sangat parah. Bahkan tidak sedikit
masyarakat yang kehilangan harta benda, rumah, dan sanak saudara mereka akibat
banjir dan tanah longsor. Bahkan menurut Kompas, di Indonesia terdapat 19
propinsi yang lahan sawahnya terendam banjir dan 263.071 hektar sawah terendam
dan gagal panen.
3.3
Pihak
yang terlibat dalam illegal logging
·
Masyarakat Biasa
Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku
illegal logging . Masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang
tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan hutan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang
mereka juga melakukan illegal logging untuk membuka lahan sebagai tempat
tinggal. Selain itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai pekerja ataupun buruh di suatu perusahaan/organisasi.
·
Kalangan Pejabat
Pejabat dapat menjadi salah satu
pelaku utama dan terpenting dalam kasus illegal logging. Karena apa? Karena
mereka memiliki kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang disalahgunakan, mereka
dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk menjalankan
aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi “protector” para
cukong kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah yang terkadang dapat membuat
para cukong kayu terbebas dari jeratan hukum. Dari pemberian izin yang illegal
ini, tentunya para pejabat terkait akan mendapatkan profit materi dari para
cukong kayu ataupun perusahaan terkait.
·
Perusahaan/industri
Satu lagi subjek yang tak kalah
krusialnya dari praktek illegal logging ialah para industri dan perusahaan.
Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para
industri/perusahaan melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama
dengan kalangan tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya perusahaan/industri
skala kecil saja yang terlibat, bahkan beberapa
perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan illegal logging.
3.4
Solusi
penanggulangan illegal logging
·
Reboisasi
atau penanaman kembali hutan yang gundul.
·
Penanaman
hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga kebutuhan
kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih
baik.
·
Menerapkan
sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan
hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP
(tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya
penembangan kayu secara ilegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan
tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat
diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan
mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan
materiil dari tindakan illegal logging.
·
Mengoptimalkan
pos-pos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir
jalan luar kota. Petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang
dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan
penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen
yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini,
secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi
para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli
rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk
menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu.
·
Menelusuri
terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu ilegal, dan biasanya tujuan itu
adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari kayu. Upaya
ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Perusahaan atau
industri seperti ini dapat dituding telah melakukan “penadahan”.Perbuatan
menampung terhadap kayu-kayu ilegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum
konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan
sebagai kejahatan korporasi (corporate crime).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Illegal
logging merupakan salah
satu kasus di sektor kehutanan Indonesia
yang tidak bisa diremehkan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya baik
secara langsung maupun tidak langsung cukup bersifat signifikan di kehidupan masyarakat
sehari-hari. Penebangan kayu secara liar (illegal
logging) merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang
sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi,
bila praktek ini tetap dilakukan dengan itensitas yang tinggi, akan mengancam
kehidupan anak cucu kita di masa mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya
perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar pihak.
4.1 Saran
Berkenaan dengan illegal logging, sebaiknya semua pihak turut bahu membahu dalam
meminimlisir praktek ini, karena tanpa adanya kerjasama antara pihak pemerintah
dan masyarkat, maka praktek illegal
logging akan sulit untuk dikecilkan presentasenya. Ditambah lagi,
pemberantasan illegal logging
bukanlah tanggung jawab suatu kalangan saja, tapi seluruh lapisan masyarakat
tanpa terkecuali.
Pemerintah sebaiknya menjalakan fungsinya
dengan baik dan benar sebagai aparat yang mengawasi dan menegakkan hukum yang
berlaku, jangan sampai malah menjadi pelanggar (pelaku) dari aturan yang telah
dibuat. Selain itu, pemerintah juga perlu mengadakan atau menjalin kemitraan
dengan masyarakat. Dengan kemitraan ini, antar pihak akan lebih mudah untuk
berkomunikasi dan bekerja sama. Di lain pihak, masyarakat sebaiknya bisa
menjadi kontrol yang peka atas kinerja pemerintahan dalam menjalakan fungsinya
dan berpartisipasi aktif dalam memberantas illegal logging, bukan hanya bisa
menyalahkan dan memojokkan pemerintah tanpa berbuat apapun yang akan
memperkeruh suasana tanpa solusi yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Nurrochmat
DR, Birgantoro BA. 2007. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat di KPH
Banyuwangi Utara. JMHT Vol. XIII
(3) : Hal 172-181.
Kartodihardjo H.
2008. Diskursus dan aktor dalam pembuatan dan implementasi kebijakan kehutanan :
masalah kerangka pendekatan rasional, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB. JMHT Vol. XIV (1) :
Hal 19– 27.
Kompas.com
Suparmoko M. 2012. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan,
Suatu Pendekaan Teoritis. Yogyakarta (ID) : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Gajah Mada BPFE.
Kementerian
Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan
Indonesia 2011. Jakarta (ID) : Kemenhut.
Sudarsono T. 2010.
Penegakan hukum dan putusan peradilan kasus-kasus Illegal
logging. Jurnal Hukum.
Vol 17 (1).
0 komentar:
Posting Komentar