Minggu, 16 April 2017

LAPORAN PERLINDUNGAN HUTAN PENGUJIAN KEKOMPAKAN BAHAN BAKAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran yang terlanjur besar sangat sulit dipadamkan sekalipun menggunakan peralatan pemadam berteknologi tinggi. Api hanya padam setelah bahan bakar habis. Chandler (1983) mengatakan bahwa pengetahuan sumber api merupakan faktor kunci dalam meningkatkan keberhasilan pencegahan kebakaran. Bila sumber-sumber penyebab kebakaran diketahui maka akan mudah dilakukan kegiatan. Peristiwa kebakaran pada umumnya sangat sulit dibuktikan karena selalu dimulai dengan adanya api kecil yang berawal dari kelalaian pengguna api rutin saat pembakaran lahan, peristiwa yang bersifat insidentil seperti pembakaran akibat tujuan kriminal, puntung rokok, dan peristiwa alam. Data hotspot dari citra satelit NOAA-AVHR dapat menunjukkan kejadian kebakaran di suatu tempat, tetapi belum bisa menentukan profil manusia mana yang menjadi pemicu insiden kebakaran tersebut (Akbar 2011).
Masalah kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan bakarnya. Kondisi bahan bakar yang mempengaruhi kecepatan menjalarnya api yaitu kelembaban, ukuran dan kesinambungan bahan bakar. Ukuran bahan bakar ada kaitannya dengan kelakuan sifat kebakaran yang terjadi. Bahan bakar yang halus yaitu bentuk daun, rumput dan serasah akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Karena cepat kering apabila terbakar cepat meluas, namun cepat pula padam. Api akan semakin cepat menjalar bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Bahan bakar kasar, kadar air yang terkandung lebih stabil, tidak cepat mengering, sehingga sulit terbakar. Namun, apabila terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama (Purbowaseso, 2004).
Selain itu, ukuran bahan bakar juga dapat mempengaruhi kecepatan menjalarnya api. Bahan bakar yang ringan akan lebih cepat menjalarnya dibandingkan dengan yang berat. Contoh bahan bakar ringan seperti daun-daunan, rerumputan, semak-semak ringan, sedangkan contoh bahan bakar berat, seperti tonggak bekas penebangan batang-batang pohon yang tertinggal dihutan, serta cabang-cabang pohon. Bahan bakar yang besar akan lebih lambat menjalarnya (Purbowaseso 2004).

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menguji pengaruh kekompakan dan ukuran bahan bakar terhadap proses pembakaran.


BAB II
BAHAN DAN METODE
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
·      Balok Kayu ( 3 kali ulangan )
·      Serutan Kayu 20 gram ( 3 kali ulangan )
·      Kaki Tiga
·      Kawat
·      Pinset
·      Korek Api
·      Alat Pengukur waktu ( stopwatch )
·      Bunsen
·      Timbangan Analitik

2.2 Prosedur Kerja
a.       Letakan satu balok kayu pada kawat kassa yang sudah dirangkai dengan kaki tiga. Kemudian nyalakan pembakar Bunsen hingga lidah api menyentuh balok tersebut. Hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai balok tersebut terbakar. Setelah terbakar, pindah atau geser pembakar bunsen dari balok kayu. Hitung lama waktu nyala api yang membakar balok. Setelah api padam, amati sisa-sisa pembakaran (berapa % balok kayu habis terbakar oleh api). Langkah ini dilakukan sebanyak tiga kali ( sebanyak jumlah).
b.      Timbang serutan kayu dengan timbangan analitik sebanyak dua puluh gram. Letakan serutan pada kawat kassa yang sudah dirangkai dengan kaki tiga. Kemudian nyalakan pembakar Bunsen hingga lidah api menyentuh serutan tersebut. Hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai serutan kayu tersebut terbakar. Setelah terbakar, pindah atau geser pembakar bunsen dari serutan . Hitung lama waktu nyala api yang membakar serutan. Setelah api padam, amati sisa-sisa pembakara. Langkah-langkah ini di ulangi sebanyak tiga kali sesuai jumlah.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1 Hasil Pengamatan Uji penyalaan pada balok dan serutan kayu
Jenis Ukuran Bahan Bakar
Ulangan
Lama waktu penyulutan hingga BB menyala
Lama Penyalaan
Persen terbakar
Tinggi api
Balok kayu
1
10,84 detik
45,24 detik
75 %
6,5 cm
2
14,95 menit
48,24 detik
65%
8,5 cm
3
12,88 menit
45,01 detik
50%
6,5 cm
Serutan kayu
1
5,05 detik
1,45 menit
100%
55 cm
2
6,03 detik
2,49 menit
100%
45 cm
3
5,81 detik
1,45 menit
100%
50 cm


3.2 Pembahasan

            Menurut Purbowaseso (2004) ukuran bahan bakar sangat mempengaruhi mudah tidaknya bahan bakar tersebut dapat terbakar. Adapun  karakteristik  dari  bahan  bakar  tersebut  yaitu, ukuran bahan bakar (bahan bakar ringan dan bahan bakar kering), penyusunan bahan bakar, jumlah bahan bakar, tipe bahan bakar, kekompakan bahan bakar, dan kondisi bahan bakar. Pada praktikum kali ini akan dibandingkan kekompakan bahan bakar berupa balok kayu dan serutan kayu. Setelah melakukan praktikum didapat data seperti pada table hasil praktikum, bahwa pada balok kayu semakin tebal balok kayu makan waktu yang dibutuhkan untuk membakarnya semakin lama. Hal tersebut sesuai yang dijelaskan Purbowaseso 2004.
Ukuran bahan bakar ada kaitannya dengan kelakuan sifat kebakaran yang terjadi. Bahan bakar yang halus yaitu bentuk daun, rumput dan serasah akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Karena cepat kering apabila terbakar cepat meluas, namun cepat pula padam. Api akan semakin cepat menjalar bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Pada bahan bakar kasar, kadar air yang terkandung lebih stabil, tidak cepat mengering, sehingga sulit terbakar. Namun, apabila terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama (Purbowaseso 2004).  Dalam praktikum ini balok kayu yang dibakar memiliki volume  ± 12 cm3, sementara serutan kayu beratnya ± 20 gr.  Dari ukuran ke dua jenis bahan bakar ini yang paling cepat menyala adalah serutan kayu. Dimana dalam 3 kali pengujian didapat data persenan terbakarnya berturut-turut adalah 100%. Sementara untuk balok kayu persenan terbakarnya dari 3 kali percobaan berturut-turut hanya 75%. 65%, dan 50%. Percobaan ini sesuai dengan teori Purbowaseso yang mengatakan ukuran bahan bakar sangat mempengaruhi proses pembakaran. Semakin halus bahan bakar api semakin mudah meluas dan cepat padam, semakin tebal bahan bakar maka semakin sulit terbakar, dan jika terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama. Tetapi pada teori Purbawaseso Semakin halus bahan bakar api semakin mudah meluas dan cepat padam, semakin tebal bahan bakar maka semakin sulit terbakar, dan jika terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama. Ini tidak terbukti di praktikum ini, rata-rata lama penyalaan serutan kayu mencapai 2 menit-an, sedangkan rata-rata lama penyalaan balok kayu hanya 45 detik. Hal ini diduga karena perbedaan jumlah massa balok kayu dan serutan kayu yang berbeda. Hal ini sesuai yang diungkapkan Purbawaseso (2004) tentang karekteristik bahan bakar yaitu salah satunya adalah jumlah bahan bakar.
Lama penyulutan api terhadap ke dua bahan bakar tersebut juga berbeda. Rata-rata lama penyulutan api pada balok kayu percobaan adalah 12,89 detik, sedangkan rata-rata lama penyulutan api  pada serbuk kayu adalah 5,63 detik. Hal ini sesuai dengan teori  Purbawaseso yang mengatakan semakin tebal bahan bakar semakin sulit untuk dibakar. Dilihat dari kekompokan bahan bakarnya balok kayu memiliki kekompakan yang paling tinggi karena api hanya dapat membakar sampai 63% saja. Kekompakan bahan bakar kayu akan mempengaruhi pasokan partikel udara ke bahan bakar yang menyebabkan mudah tidaknya udara menembus partikel bahan bakar sebagai faktor penyala api.



BAB IV
KESIMPULAN
 4.1 Kesimpulan
Dalam proses pembakaran, karekteristik bahan bakar sangat mempengaruhi terjadinya proses pembakaran. Karekteristik bahan bakar yang tebal memiliki kekompakan yang lebih besar jika dibandingkan dengan bahan bakar yang tipis dan kecil. Bahan bakar yang memiliki kekompakan yang tinggi akan sulit terbakar namun apabila terbakar akan memberikan penyalaan api yang lama, sedangkan bahan bakar yang tipis akan mudah terbakar dan memberikan nyala api yang sebentar.




DAFTAR PUSTAKA

Akbar C, Sumardi, Hadi R, Purwanto, Sabrudin SM. 2011. Studi sumber penyebab terjadinya kebakaran dan respon Masyarakat dalam rangka pengendalian kebakaran hutan gambut di areal Mawas Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 8 (5). Hal 287-300.

Chandler, Cheney G P, Thomas L, Trabaud L, and Williams D. 1983. Forest Fire Management and Organisation. New York (US) : A Wiley-Intersciense Publicatgion  JohnWiley&Sons.

Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates