BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebakaran yang terlanjur besar sangat sulit dipadamkan sekalipun menggunakan
peralatan pemadam berteknologi tinggi. Api hanya padam setelah bahan bakar
habis. Chandler (1983) mengatakan bahwa pengetahuan sumber api merupakan faktor
kunci dalam meningkatkan keberhasilan pencegahan kebakaran. Bila sumber-sumber
penyebab kebakaran diketahui maka akan mudah dilakukan kegiatan. Peristiwa kebakaran
pada umumnya sangat sulit dibuktikan karena selalu dimulai dengan adanya api
kecil yang berawal dari kelalaian pengguna api rutin saat pembakaran lahan,
peristiwa yang bersifat insidentil seperti pembakaran akibat tujuan kriminal,
puntung rokok, dan peristiwa alam. Data hotspot dari citra satelit NOAA-AVHR
dapat menunjukkan kejadian kebakaran di suatu tempat, tetapi belum bisa
menentukan profil manusia mana yang menjadi pemicu insiden kebakaran tersebut
(Akbar 2011).
Masalah
kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan bakarnya.
Kondisi bahan bakar yang mempengaruhi kecepatan menjalarnya api yaitu
kelembaban, ukuran dan kesinambungan bahan bakar. Ukuran bahan bakar ada
kaitannya dengan kelakuan sifat kebakaran yang terjadi. Bahan bakar yang halus
yaitu bentuk daun, rumput dan serasah akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Karena cepat kering
apabila terbakar cepat meluas, namun cepat pula padam. Api akan semakin cepat
menjalar bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Bahan bakar kasar,
kadar air yang terkandung lebih stabil, tidak cepat mengering, sehingga sulit
terbakar. Namun, apabila terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama
(Purbowaseso, 2004).
Selain
itu, ukuran bahan bakar juga dapat mempengaruhi kecepatan menjalarnya api.
Bahan bakar yang ringan akan lebih cepat menjalarnya dibandingkan dengan yang
berat. Contoh bahan bakar ringan seperti daun-daunan, rerumputan, semak-semak
ringan, sedangkan contoh bahan bakar berat, seperti tonggak bekas penebangan
batang-batang pohon yang tertinggal dihutan, serta cabang-cabang pohon. Bahan
bakar yang besar akan lebih lambat menjalarnya (Purbowaseso 2004).
1.2
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk menguji pengaruh kekompakan dan ukuran bahan bakar terhadap
proses pembakaran.
BAB II
BAHAN DAN METODE
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah:
· Balok
Kayu ( 3 kali ulangan )
· Serutan
Kayu 20 gram ( 3 kali ulangan )
· Kaki
Tiga
· Kawat
· Pinset
· Korek
Api
· Alat
Pengukur waktu ( stopwatch )
· Bunsen
· Timbangan
Analitik
2.2 Prosedur Kerja
a.
Letakan satu balok kayu pada kawat kassa yang sudah dirangkai
dengan kaki tiga. Kemudian nyalakan pembakar Bunsen hingga lidah api menyentuh
balok tersebut. Hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai balok tersebut
terbakar. Setelah terbakar, pindah atau geser pembakar bunsen dari balok kayu.
Hitung lama waktu nyala api yang membakar balok. Setelah api padam, amati
sisa-sisa pembakaran (berapa % balok kayu habis terbakar oleh api). Langkah ini
dilakukan sebanyak tiga kali ( sebanyak jumlah).
b.
Timbang serutan kayu dengan timbangan analitik sebanyak dua puluh gram.
Letakan serutan pada kawat kassa yang sudah dirangkai dengan kaki tiga.
Kemudian nyalakan pembakar Bunsen hingga lidah api menyentuh serutan tersebut.
Hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai serutan kayu tersebut terbakar.
Setelah terbakar, pindah atau geser pembakar bunsen dari serutan . Hitung lama
waktu nyala api yang membakar serutan. Setelah api padam, amati sisa-sisa
pembakara. Langkah-langkah ini di ulangi sebanyak tiga kali sesuai jumlah.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Tabel
1 Hasil Pengamatan Uji penyalaan pada balok dan serutan kayu
Jenis
Ukuran Bahan Bakar
|
Ulangan
|
Lama
waktu penyulutan hingga BB menyala
|
Lama
Penyalaan
|
Persen
terbakar
|
Tinggi
api
|
Balok
kayu
|
1
|
10,84
detik
|
45,24
detik
|
75
%
|
6,5 cm
|
2
|
14,95
menit
|
48,24
detik
|
65%
|
8,5 cm
|
|
3
|
12,88
menit
|
45,01
detik
|
50%
|
6,5 cm
|
|
Serutan
kayu
|
1
|
5,05
detik
|
1,45
menit
|
100%
|
55 cm
|
2
|
6,03
detik
|
2,49
menit
|
100%
|
45 cm
|
|
3
|
5,81
detik
|
1,45
menit
|
100%
|
50 cm
|
3.2 Pembahasan
Menurut
Purbowaseso (2004) ukuran bahan bakar sangat mempengaruhi mudah tidaknya bahan
bakar tersebut dapat terbakar. Adapun
karakteristik dari bahan
bakar tersebut yaitu, ukuran bahan bakar (bahan bakar ringan
dan bahan bakar kering), penyusunan bahan bakar, jumlah bahan bakar, tipe bahan
bakar, kekompakan bahan bakar, dan kondisi bahan bakar. Pada praktikum kali ini
akan dibandingkan kekompakan bahan bakar berupa balok kayu dan serutan kayu.
Setelah melakukan praktikum didapat data seperti pada table hasil praktikum,
bahwa pada balok kayu semakin tebal balok kayu makan waktu yang dibutuhkan
untuk membakarnya semakin lama. Hal tersebut sesuai yang dijelaskan Purbowaseso
2004.
Ukuran bahan bakar ada kaitannya
dengan kelakuan sifat kebakaran yang terjadi. Bahan bakar yang halus yaitu
bentuk daun, rumput dan serasah akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya,
mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Karena cepat kering apabila
terbakar cepat meluas, namun cepat pula padam. Api akan semakin cepat menjalar
bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Pada bahan bakar kasar, kadar
air yang terkandung lebih stabil, tidak cepat mengering, sehingga sulit
terbakar. Namun, apabila terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama
(Purbowaseso 2004). Dalam praktikum ini
balok kayu yang dibakar memiliki volume
± 12 cm3, sementara serutan kayu beratnya ± 20 gr. Dari ukuran ke dua jenis bahan bakar ini yang
paling cepat menyala adalah serutan kayu. Dimana dalam 3 kali pengujian didapat
data persenan terbakarnya berturut-turut adalah 100%. Sementara untuk balok
kayu persenan terbakarnya dari 3 kali percobaan berturut-turut hanya 75%. 65%,
dan 50%. Percobaan ini sesuai dengan teori Purbowaseso yang mengatakan ukuran
bahan bakar sangat mempengaruhi proses pembakaran. Semakin halus bahan bakar
api semakin mudah meluas dan cepat padam, semakin tebal bahan bakar maka
semakin sulit terbakar, dan jika terbakar akan memberikan penyalaan api lebih
lama. Tetapi pada teori Purbawaseso Semakin halus bahan bakar api semakin mudah
meluas dan cepat padam, semakin tebal bahan bakar maka semakin sulit terbakar,
dan jika terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama. Ini tidak terbukti
di praktikum ini, rata-rata lama penyalaan serutan kayu mencapai 2 menit-an,
sedangkan rata-rata lama penyalaan balok kayu hanya 45 detik. Hal ini diduga
karena perbedaan jumlah massa balok kayu dan serutan kayu yang berbeda. Hal ini
sesuai yang diungkapkan Purbawaseso (2004) tentang karekteristik bahan bakar
yaitu salah satunya adalah jumlah bahan bakar.
Lama penyulutan api terhadap ke dua
bahan bakar tersebut juga berbeda. Rata-rata lama penyulutan api pada balok
kayu percobaan adalah 12,89 detik, sedangkan rata-rata lama penyulutan api pada serbuk kayu adalah 5,63 detik. Hal ini
sesuai dengan teori Purbawaseso yang
mengatakan semakin tebal bahan bakar semakin sulit untuk dibakar. Dilihat dari
kekompokan bahan bakarnya balok kayu memiliki kekompakan yang paling tinggi
karena api hanya dapat membakar sampai 63% saja. Kekompakan bahan bakar kayu
akan mempengaruhi pasokan partikel udara ke bahan bakar yang menyebabkan mudah
tidaknya udara menembus partikel bahan bakar sebagai faktor penyala api.
BAB
IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dalam proses pembakaran, karekteristik
bahan bakar sangat mempengaruhi terjadinya proses pembakaran. Karekteristik bahan
bakar yang tebal memiliki kekompakan yang lebih besar jika dibandingkan dengan
bahan bakar yang tipis dan kecil. Bahan bakar yang memiliki kekompakan yang
tinggi akan sulit terbakar namun apabila terbakar akan memberikan penyalaan api
yang lama, sedangkan bahan bakar yang tipis akan mudah terbakar dan memberikan
nyala api yang sebentar.
DAFTAR
PUSTAKA
Akbar
C, Sumardi, Hadi R, Purwanto, Sabrudin SM. 2011. Studi sumber penyebab terjadinya kebakaran dan respon Masyarakat dalam
rangka pengendalian kebakaran hutan gambut di areal Mawas Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 8
(5). Hal 287-300.
Chandler, Cheney G P, Thomas L,
Trabaud L, and Williams D. 1983. Forest
Fire Management and Organisation. New York (US) : A Wiley-Intersciense
Publicatgion JohnWiley&Sons.
Purbowaseso
B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar