Jumat, 21 April 2017

CERPEN LINGKUNGAN - PROTES MATAHARI

 Protes Matahari
Oleh : Fathur Rahman


Sumber : www.bintang.com

Penyebab dan akibat kebakaran hutan
Negeri nan elok dulu indah di pandang mata. Alamnya membentang nun di tengah-tengah pulau Sumatra. Negeri nan elok itu banyak menyumbang devisa Negara. Hasil alamnya melimpah ruah, mulai dari minyak bumi sampai suburnya hutan tropika dan kelapa. Kini negeri nan elok itu sedang merana. Menyesali perbuatan yang sirna. Kalau sudah begini ingin menyalahkan siapa?.

*******

Cahaya dibalik kegelapan itu datang lagi. Menyapa dengan senyum tipis namun tak seperti orang ramah yang baru kenal. Mencoba menyusup namun  sama sekali tak mirip tentara di medan perang. Melainkan lebih mirip seekor anjing pemburu yang letih, lidahnya menjulur, nafasnya terengah-engah dalam menerebos hutan rimba. Cahaya itu sepertinya merasa bosan menyinari alam ini dengan perlakuan yang ia dapatkan.
“Anggi ayo bangun! Sudah adzan subuh, ayo sholat dek!” Teriak Kakak dari ambang pintu kamar.
“Hhuaaahh, iya kak sebentar lagi.” Jawabku meminta tambahan waktu.
Kakakku, yang menjunjung tinggi nilai kedisiplinan itu berkata lagi. “Ayolah, itu Mas mu sudah menunggu untuk sholat berjamaah.”
Aku yang tadinya tidak menyadari kalau Kakak sudah di dekatku, akhirnya menurut. “Iyaa kak, iya”. Lalu Aku mencoba bangun.
Tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk dari kamar Rafif. Dalam benakku, ngapain sih subuh-subuh begini anak ini batuk. Setelah sempat menggerutu, Aku bergegas berwudhu lalu sholat berjamaah.
Setelah sholat subuh, sesuai rencana, Aku lari pagi di sekitar gang rumah sebelum berangkat ke sekolah. Kebiasaan ini sudah ku lakukan kelas 2 SMP.

*******

Menanti sang fajar memang hal yang membahagiakan bagi penikmat lari pagi sepertiku. Mulai dari menikmati udara yang bersih, semilir angin nan sejuk, sampai cahaya mentari yang baik bagi kesehatan. Tapi yang paling mengesankan bagiku adalah saat-saat menikmati indahnya kemerahan cahaya sang fajar yang mengintip dari ufuk timur dengan tebaran senyumnya. Namun entah mengapa, pagi ini terasa amat berbeda. Peristiwa ini seperti yang pernah terjadi sekitar setahun yang lalu.
“Aduh, kabut lagi kabut lagi. Sampai kapan sih harus begini, seperti ujian semester aja yang sudah terjadwal heh.” Guman ku.
Sambil berlari kecil, Aku menghampiri Kak Iyun yang sedang menyapu teras depan rumah. Saat ini Aku tinggal bersama Kak Iyun kakak sepupuku, untuk melanjutkan sekolah SMA.
“Kak, kabut asap lagi, kak?”
“Iya Nggi, kalau musim kemarau ya sudah biasa seperti ini. Itu saja Rafif sudah batuk-batuk. Sudah. sarapan dulu sana! Mandi! Terus berangkat sekolah!”
“Iya kak.” Jawabku.

*******

Kabut asap memang menjadi langganan daerah ini, datangnya bagaikan sudah terjadwal di kalender-kalender. Aku tahu karena keserakahan manusialah hal ini terjadi. Keserakahan tanpa didasari dengan hati nurani. Keserakahan untuk memperkaya diri sendiri, bagaikan seekor babi yang memakan kotorannya kembali.
Pernah suatu ketika aku bertanya-tanya apa sebenarnya motif pembakaran hutan ini? Apa keuntungannya? Namun teka-teki itu baru terjawab setelah sekian lama terbenam dalam benakku. Jawaban itu ku temukan secara tak sengaja ketika aku pulang ke kampung untuk liburan akhir semester.
Di dalam perjalanan pulang di tengah-tengah kabut asap Aku melihat gumpalan asap tebal mengiringi perjalananku dari arah barat. Tak lama kemudian Aku singgah di sebuah warung kecil di tepi jalan untuk mengisi bensin motorku. Karena SPBU sangat jauh dari tempat ini, maka pedagang eceran bensin banyak bertabur. Secara bersamaan seorang pria juga mengisi bensin bersama anak laki-laki yang masih remaja mengendarai motor dengan pakaian yang kotor,  sepertinya  oleh arang pembakaran.
“Dari mana pak?” sapaku sambil melirik sepatu ladangnya yang kotor.
“Dari ladang, dek.” Jawab pria itu.
“Bapak berladang dimana?”
“Tidak  jauh dari sini, dek.” Jawabnya lagi sambil menunjuk ke arah timur. Di sana terlihat masih banyak hutan yang di kepuli asap tipis yang sepertinya habis terbakar.
“Bapak yang punya lahan terbakar itu?” Tanya ku lagi.
“Iya, tadi saya coba bakar untuk membersihkannya, tapi apinya malah makin membesar. Makanya saya coba untuk memadamkannya, kalau kena lahan tetangga kan repot.”
“Kenapa mesti di bakar pak...?”
“Biar cepat aja membersihkan lahannya, lagian ini sudah masuk musim berladang, Cuma kemarau tahun ini panjang.”
“Ooo” jawabku, “oh iyalah pak, semangat aja.....”
Sejak saat itu perbincangan kami berhenti. Dalam benakku Aku berpikir, oo pantas saja kabut asap setiap tahunnya selalu ada, karena motif inilah yang menjadi penyebabnya. Bayangkan saja perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di bidang perkebunan yang membakar hutan dengan cara yang singkat di musim kemarau. Berapa banyak luasan hutan yang habis terbakar?

*******

Besarnya potensi bumi melayu itu sebagai lahan yang cocok untuk di tanami sawit membuat banyak perusahaan mulai mengembangkan sayapnya di tanah itu. Perusahaan itu  datang bagaikan singa kelaparan yang memakan habis hasil buruannya lalu membiarkan tulang belulang buruannya itu tercecer di jalan yang sempit diantara celah pohon yang berduri sehingga membuat petani kecil kesulitan untuk melewatinya.
Tanpa adanya rasa tanggung jawab, perusahaan-perusahaan itu dengan kecam membakar hutan itu lalu menyisakan penderitaan bagi masyarakat setempat. Bahkan ironinya akibat ulah mereka hubungan negara kita dengan negara tetangga jadi terganggu. Cuaca di musim kemarau menyebabkan proses El nino dan membuat siklus angin membawa produksi asap dari daerah ini ke negara tetangga sehingga terjadi pencemaran udara.

*******

 “Hai Gung apa kabar?” Sapaku saat bertemu Agung di gerbang sekolah. “Sudah lama tidak ketemu semenjak liburan.”
“Haha, kamu kangen sama aku, ya?”
“Iihh siapa juga yang kangen. Ayo ke kantin serapan dulu”
“Ayo-ayo”
“Eh, kira-kira Buk Afrida masuk ngak hari ini ya?” tanya Agung membuka percakapan setelah sejak dari pintu gerbang kami saling diam.
“Memangnya kenapa Gung?”
“Malas ih, sekolah. Kabut asap begini, enaknya libur.”
“Eeehhh, percuma aja kamu libur, memangnya kamu mau kemana? Kita ini sudah di kepung kabut asap. Dimana-mana kan kabut asap. Mendingan kita belajar bareng, sebentar lagi kan Ujian Nasional.”
“Ya di rumah lah, main game kan seru. Ngecas semangat dulu, hehe”

*******

Banyak kerugian akibat kabut asap ini. Sulitnya mencari udara bersih, proses pendidikan terganggu. Banyak warga yang berobat ke rumah sakit karena mengidap ISPA. Paling menyedihkannya lagi kabut asap ini memberikan kejutan di tengah kami melaksanakan Try out untuk persiapan Ujian Nasional.
“Eh Nggi,” sapa Fiqron di hari pertama Try Out. “Gimana persiapan Try Outnya? udah belajar belum?”
“Belum fiq” jawab ku. “Baru sedikit persipannya. Tadi malam Aku menemani Rafif di rumah sakit. Dia demam, batuk-batuk. Kamu gimana persipannya?”
“Sama, Nggi. Belum banyak juga persiapannya. Eeehh, kamu tau ngak tadi malam Agung kalah main PS sama aku. Hahaha akhirnya aku bisa mengalahkannya sesuai janjiku.”
“Walah, kok kalian main gak ngajak?”
“Kan kamu menemani adik kakakmu katanya di rumah sakit. Ya udah deh nanti pulang Try Out kita main lagi ok. Ayo-ayo masuk ke kelas ibuknya sudah datang.
Aku, Agung, Fiqron memang teman akrab dari kelas 1 SMA,  selalu main bersama, belajar bersama. Rasanya di akhir masa sekolah ini, Aku semakin tidak merelakan perpisahan ini terjadi.
“Anak-anak pagi ini kita akan melaksanakan Try Out untuk persiapan Ujian Nasional kalian. Ibuk harap kalian serius mengerjakannya, anggap ini Ujian Nasional benaran.” Kata Buk Afrida sambil membagikan soal.
Aku melihat teman-temanku rata-rata memakai masker. Tebalnya kabut asap membuat mata perih. Asap yang terhirup rasanya tidak sedap dan berbau. Pakaian juga berbau. Dalam benakku aku berfikir ya mana bisa fokus mengerjakannya, ditambah lagi pencahayaan lampu di ruang kelas tidak ada. Nafas semakin sesak mata pun semakin perih.
Secara tiba-tiba, terdengar teriakan Buk Afrida dari ambang pintu, “anak-anak kita cukupkan saja ujiannya sampai di sini, sekarang kalian pulang, jangan berkaktivitas di luar rumah dan jaga kesehatan kalian. Ibuk dapat pesan dari kepala sekolah kita diliburkan sementara selama 3 hari kedepan.”

******

Asiik liburrrr, terdengar suara bisikan teman-teman sekelas, ayo pulang yuk!
Kebahagian mendengar berita libur itu rupanya sangat di nanti-nantikan oleh teman-teman sejak awal kabut asap ini. Maklum masih dalam masa pancaroba.
Dalam perjalanan pulang menuju ke gerbang sekolah, tiba-tiba terdengar terikan memanggil namaku. “Anggi, Anggi. Tunggu..!!”
Rupanya  itu suara Agung dan Fiqron sambil berlari mengejarku dari belakang.
“Eh Nggi, pulang bareng yuk!” Ajak Fiqron.
“Eh kalian,ayuk-ayuk mari” jawabku.
Di dalam perjalanan sambil memperhatikan lalu lalang kendaraan yang lewat Agung memulai percakapan.
“Kalian memangnya gak terganggu dengan kabut asap ini yang datang setiap tahun? Banyak lo yang di rugikan akibat kabut asap ini, kita sering di liburkan sekolah, mata kita perih jika melihat, nafas sesak akibat menghirup udara yang kotor, banyak teman-teman kita yang sakit, sementara ini mau Ujian Nasional lagi.”
“Jujur Gung aku sangat merasa tersiksa, karena perbuatan orang lain kita yang menanggung akibat ini.” Jawabku mengungkapkan kekecewaan.
“Ia Gung, aku juga merasa tergangu. Padahal pemerintah kita dan berbagai LSM sudah memasang spanduk larangan membakar hutan di pinggir jalan, bahkan beberapa waktu yang lalu aku melihat ada sosialisasi tentang larangan membakar hutan kepada masyarakat di Balai Desa, tetapi tetap aja kebakaran hutan sering terjadi”. Jawab Fiqron.
“Terus gimana dong solusinya??” tanyaku kepada Agung dan Fiqron secara spontan.
“kalian tau kan kalau hutan di daerah kita ini tumbuh di lahan gambut? kalau musim kemarau seperti ini, lahan gambut hutan kita itu kering. Kalau terbakar susah memadamkan apinya. Apinya itu menjalar dari bawah tanah gambut itu, kan tanah gambut itu terbentuk dari serasahan dedaunan yang gugur, jadi secara tiba-tiba sudah banyak lahan yang terbakar. Ini nih ya, dari internet dan koran-koran yang aku baca katanya sih suruh buat sekat kanal di hutan yang rawan terbakar, sehingga keberadaan air bisa terjaga keberadaannya.” Jawab Agung dengan mantap.
“waahh!!!” sahut Fiqron
“oh iya, aku dengar-dengar katanya lahan gambut itu di lindungi dalam undang-undang oleh pemerintah. Menurutku sih mau ngak mau pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku pembakaran hutan tanpa pandang bulu, dan memperketat izin pembukaan hutan, apalagi memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab.” Jawab Fiqron sambil menatap ke arah ku.
“mungkin peranan masyarakat juga di butuhkan dalam hal ini, misalnya ketika melihat kebakaran hutan langsung melapor kepada pihak yang berwajib.” jawab Agung tegas sambil mengacungkan jari telunjuknya.
“tambahan aja ni, mungkin juga diperlukan kesadaran pada diri sendiri akan pentingnya menjaga lingkungan. Kalau semuanya sudah sadar, pasti hal seperti ini tidak akan terjadi.” Jawab Fiqron.
“oh ternyata,,pemikiran kalian bagus-bagus ya, walaupun sering bermain game tapi juga peduli tentang lingkungan di luar. Coba aja orang-orang di luar sana lebih peduli terhadap lingkungan dan tidak merusaknya, hahaha.” jawabku.

*******

Cahaya itu kian hari kian memerah, mengungkapkan ketidaksukaannya atas ketidaknyamanan yang ia dapatkan. Partikel-partikel zat kimia bekas limbah industri berhamburan kegirangan terbang di udara akibat wilayahnya terbakar dan melaju kencang masuk ke dalam paru-paru anak-anak kecil di tengah sepoi-sepoi angin siang.
Pohon-pohon padi terlihat layu. Suasana pagi berasa sore, suasana siang berasa berada dalam rumah kaca, suasana malam berasa buta tak dapat melihat suasana pagi.

Seandainya mereka sadar bahwa keberadaan hutan sangat mempengaruhi kehidupan lainnya. Kesinambungan untuk menjaga keseimbangan siklus kehidupan. Bahkan pada zaman dahulu penasehat Raja Inggris pernah mengungkapkan kata “No wood, no Kingdom” tidak ada hutan maka tidak akan ada Inggris.
Pepatah lainnya juga mengatakan “forest is the sinew of civilation” hutan sebagai otot peradaban manusia, dalam naskah kesepahaman Kanada pun dalam “Canada Forest Accord” kalimat pertamanya menyebutkan “The forest symbolizes Canada”.  

Meskipun ada anekdot mengatakan “forest is the mother of agriculture” namun pengelolaan hutan harus tetap secara lestari. 

===BOGOR, 6 APRIL 2016===

Minggu, 16 April 2017

SOSIOLOGI UMUM - Sistem Pondok


Ikhtisar  
Kondisi yang serba tidak cukup seperti tidak mempunyai modal, tidak memiliki pendidikan yang tinggi dan terbatasnya lahan pertanian mendorong para migran sirkuler untuk melakukan usaha mandiri secara kecil-kecilan. Mereka yang bergerak di bidang usaha sisa ini biasanya mereka memulai usaha dengan modal yang terbatas. Namun mereka mempunyai pengalaman cukup tentang proses produksi karena mereka pernah bekerja sebagai karyawan pembuat barang-barang, Sehingga hal itu dijadikan modal besar yang berharga untuk mengembangkan usahanya.
            Adapun yang tergolong usaha sisa ini antara lain adalah usaha membuat dan menjual makanan atau minuman murah, usaha transport jarak dekat non mesin, usaha pengumpulan barang bekas untuk di daur ulang, usaha jual beli kebutuhan sehari-hari yang tidak tahan lama dan usaha kerajinan. Usaha ini biasanya didasarkan pada azas kerukunan atau azas kekeluargaan, karena jenis usaha ini bersifat padat karya.
            Macam-macam sistem pondok yang dipandang dari besarnya sumbangan tenaga kerja migran sirkuler (penghuni pondok boro) dalam proses produksi dan penjualan hasil tergolong dalam 4 kelompok. Pertama, sistem pondok dimana setiap anggota mempunyai kedudukan yang sama. Jumlah anggota antara 8-12 orang. Contohnya di Kotamadya Bogor, sistem ini dilakukan oleh para migran sirkuler dari Demak dengan menjual keramik dari Kecamatan Mayong (Kabupaten Kudus, Jateng). Sistem ini dilandasi azas kekeluargaan atau azas kegotongroyongan yang cukup kuat karena didalamnya terdapat hubungan yang erat antara anggota yang satu dengan yang lainnya, dengan hasil keuntungan dibagi sama rata sehingga sistem ini disebut sistem pondok gotong royong.
            Kedua, sistem pondok dimana pemilik pondok berkedudukan seperti kepala rumah tangga dan kedudukan para penghuni pondok boro seperti anggota rumah tangga. Sistem ini terdiri dari jumlah anggota yang sedikit, belum adanya pembagian tugas, dilandasi azas kekeluargaan, dimana pemilik pondok menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh migran sirkuler. Sistem ini biasanya oleh pondok yang menggunakan tenaga migran sirkuler dari desa yang jauh. Contoh dalam pondok boro penjual bakso dari Malang dan pondok boro penjual sate ayam dari Madura. Sistem ini biasanya dikenal dengan sistem pondok rumah tangga.
            Ketiga, sistem pondok dimana dikenalnya diferensiasi tenaga yang bertugas dalam proses produksi dengan tenaga yang bertugas dalam pemasaran hasil produksi. Kedudukan pemilik pondok seperti majikan. Tugas karyawan bekerja untuk proses produksi sedangkan majikan memberikan upah, penginapan, jaminan hidup (pangan), dan sedikit bantuan bila karyawan menderita sakit. Resiko kerugian dalam penjualan ditanggung oleh si penjual tapi kadang-kadang ditanggung oleh majikan. Contoh pondok boro porduksi tahu dari Sumedang dan Bumiayu. Sistem pondok ini mempunyai karyawan puluhan, oleh karena itu sistem pondok ini lebih mirp perusahaan perseorangan.

            Keempat, sistem pondok dimana pemilik pondok tidak terlibat dalam kegiatan produksi maupun pemasaran barang tetapi hanya menyewakan tempat penginapan, alat-alat dan mesin. Sehingga para migran sirkuler berperan sebagai penyewa, produsen kecil, dan penjual hasil produksinya. Disini terlihat sistem kekeluargaan kurang erat. Sistem ini dilaksanakan pondok boro produksi tahu oleh migran sirkuler Ciamis dan Cimanggu. Karena pemilik pondok dan migran sirkuler ditandai hubungan sewa menyewa, maka disebut sistem pondok sewa. Disamping keempat sistem itu, sistem pondok campuran dan sistem pondok tidak mempunyai karyawan. Jika dilihat dari jenis kegiatan penghuninya, sistem boro dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu pondok boro buruh, pondok boro penjual, dan pondok boro produksi.

SOSIOLOGI UMUM - Tolong Bantu Perbaiki Pertanian Kami

Ikhtisar
Pertemuan kepala seksi konservasi TN Kutai Ade Suharso dengan beberapa tokoh masyarakat di Kandalo untuk mensosialisasikan jangan membuka lahan hutan. Dan tanggapan mereka hanyalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan mencari kayu arang dengan harga Rp.5000 perkarung. Mereka beralih propesi dari petani menjadi pencari kayu arang karena lahan pertanian mereka kekeringan dan banyak diserang hama tikus.
Pernah sempat terjadi ketegangan saat melakukan penghijauan oleh TN kutai. Hal ini terjadi karena masyarakat menolak kegiatan penyelamatan hutan ini,dengan anggapan jika hutan ini di hijaukan lagi maka mereka akan kehilangan mata pencaharian. Hal ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada masyarakat yang menghalang kegiatan ini,sebab kemiskinan yang mereka alami saat ini karena pemerintah daerah sendiri minim perhatian kepada mereka.
Maraknya aksi pengambilan lahan bersamaan dengan adanya proyek pengaspalan jalan Botang-Sanggata dan pemasangan tiang listrik yang menghubungkan kedua daerah. kegiatan pengkaplingan bertambah marak dengan adanya surat hibah dari kerajaan Kutai meliputi areal seluas 17 x 35 Km antara Bontang dan Sanggata. Sasaran kelompok pembuka lahan ini adalah untuk mendapatkan ganti rugi dan ada juga yang ingin membeli lahan dikawasan itu.


Bacaan 2
Bentuk Interaksi Sosial
Antar Perorangan
Antar Perorangan dan Kelompok
Antar  Kelompok
Kerjasama

“Adanya Pt.Kaltim Prima,PT.Pupuk Kaltim dan PT.Badak menjadi magnet bagi pencari kerja”(paragraf 18,baris 1-8)

Akomodasi


“Petugas hendaknya tidak melarang warga yang mencari kayu untuk bikin kayu arang” (paragraf 4,baris 4-5)
Asilmilasi
“Kami tau tugas Bapak menjaga hutan ini,tapi kami terpaksa membuka hutan untuk mempertahankan hidup” (paragraf 2,baris 2-5)


Persaingan



Kontravensi

“menurut Ade Suharso keteganganyang terjadi antara dilapangan dengan warga karena putusnya komunikasi kedua belah pihak” (paragraf 9,baris 1-4)
“Menurut Adief Mulyadi persoalan TN kutai tidak bisa dilihat secara parsial.kondisi yang terjadi sebagai akumulasi persoalan sejak awal kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi” (paragraf 19,baris 1-6)
Konflik


“Untuk meluruskan persoalan temuan kayu,petugas Jagawana justru dihadang puluhan masa” (paragraf 6,baris 1-6)





SOSIOLOGI UMUM - Struktur Interaksi Kelompok Elit Dalam Pembangunan

Ikhtisar
Elit biasanya di defenisikan sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong diseganai,dihormati, kaya serta berkuasa. mereka adalah sekelompok orang yang memiliki wewenang dan dipercaya menjaga organisasi terutama dalam kegiatan merencanakan mengelola dan mengontrol program yang telah direncanakan.Telah banyak studi dari disiplin sosiologi,antropologi dan ilmu politik yang memfokuskan perhatiannya pada kelompok elitdalam memacu pembangunan dinegara berkembang.
Dalam suasana semacam itulah kelompok elit lalu banyak terlibat dan mengambil inisiatif dalam proses pembuatan keputusan penting bagi upaya memperoleh hasil yang maksimal. Tetapi karena diantara mereka terdapat perbedaan kesempatan dan kemampuan dalam mengakomodasikan proyek proyek yang di introdusirkan didesanya. Maka kerap terlihat peranan mereka bervariasi. Dalam  kentayaannya ada elit yang sangat kuat pngaruhnya dan sangat menonjol peranannya,dan di lain pihak ada elit yang justru menjadi sub-ordinasi elit lain bahkan malah sedikit yang kemudian malah terkesampingkan dari percaturan ( isolated )  .
Kelompok elit sangatlah potensial sebagai agen perubahan terutama dalam menjembatani antara kemauan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Penelitian Sunyoto Usman di desa santri dengan perhatian pada struktur interaksi kelompok elit ternyata menemukan gambaran lain. Kelompok elit pemuka agama terkesampingkan; sedangkan elit pamong desa mendominasi  proses pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan proyek pembangunan desa.
Analisis
Bacaan 1

Bentuk Interaksi Sosial
Antar Perorangan
Antar Perorangan dan Kelompok
Antar  Kelompok
Kerjasama
-
-
“Kelompok elit menjadi jembatan yang menghubungkan kemauan pemerintah  dan kepentingan masyarakat” (paragraf ke 6,baris 7-6  )
Akomodasi
-
-
“Dalam susasana itulah kelompok elit  banyak mengembil inisiatif dalam membuat suatu keputusan” (paragraf 10,baris 1-3)
Asilmilasi
-
-
“Perencanaan pembangunan pedesaan masih ditentukan oleh pemerintah pusat,namun dalam implemtasinya masih melibatkan anggota masyarakat (paragraf 9,baris 1-10)
Persaingan
“antara seorang elit yang menjalin interaksi dengan seorang elit yang terisolir……dalam perhitungan ini,,integrasi individualnya nol” (paragraaf 21,baris
-
Kelompok elit,pemuka agama terkesampingkan. Unit pamong desa mendominasi pengambilan keputusan (kalimat pembuka,baris 4-5)
Kontravensi
-
“Semacam keharusan seorang pengikut taat kepada guru, taat mendatangkan barokah,sikap ingkar mendatangkan malapetaka (paragraf 17,baris 9-14)
-
Konflik
-
-
-

SOSIOLOGI UMUM - Ompu Monang Napitupulu Ingin Sederhanakan Budaya Batak & Kehidupan Suku Dayak Kenyah dan Modang Dewasa Ini

Ikhtisar bacaan 1
Iklan yang menyerukan masyarakat Toba dimana pun berada untuk mengusir perusahaan Bona Pangsit ( Bahasa sub etnik Batak Toba untuk menyebut daerah tempat tinggal mereka ) merupakan ide dari Ompu Monanag Napitupulu ( Daniel Napitupulu ) selaku ketua Perbato sejak tahun 1997. Perbato adalah sebuah organisasi kesukuan . Ompu Monang menyatakan pentingnya tiap etnis  di Indonesia punya kesadaran diri untuk menggalang solidaritas kecil yang akhirnya berguna untuk solidaritas di Indonesia.
Suku Batak mengutamakan kehangatan dalam berkeluarga. Dalam segi nama, nama Ompu Monang Napitupulu merupakan nama dari cucunya yakni Monang Napitupulu, begitulah adat Batak. Kehangatan dalam suku Batak bukan hanya itu saja, Jika ada acara perkawinan, selain banyak tertera nama turut mengundang, pada pestanya hampir tiap orang merasa penting dan punya hubungan kekerabatan dengan mempelai. Selain itu, rasa solidaritas,saling empati dan saling bergotong royong antara orang Batak Toba hingga saat ini masih terjalin dengan rapi. Alhasil dengan rasa kekeluargaan yang begitu mendalam banyak membawa berkah bagi suku Batak Toba salah satunya sudah hampir tidak ada orang Batak Toba yang buta huruf sampai saat ini.


Di suatu sisi kekerabatan ini membawa sisi positif, di sisi lainnya juga mendapat sisi negatif yaitu penghamburan uang dan waktu. Dalam sebuah pesta Batak, orang atau kerabat yang hadir akan sangat kesal menunggu sampai selesainya acara keluarga yang sangat bertele tele. Selain itu, pada sebuah upacara perkawinan Batak Toba pasti memberikan sehelai kain ulos kepada mempelai. Tidaklah heran jika mempelai mendapatkan ratusan kain ulos dari acara tersebut. Yang pada akhirya akan dijual kembali. Selain contoh perkawinan, contoh pembangunan makam Batak Toba merupakan ajang gengsi dari kalangan itu yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah yang tidak lain adalah karena persaingan antar gengsi keluarga.
Untuk mengatasi sisi negatif ini, Ompu Monang rela mengorbankan pada pesta perkawinan anak perempuannya yang akan datang, ia melaksanakannya dengan cara efisien dan tidak keluar dari adat Batak. Selain itu, ia juga gencar gencarnya melakukan seminar untuk mengatasi hal itu.

Ikhtisar bacaan 2
            Frenky Raden mempelajari bentuk bentuk kesenian suku Dayak Kenyah dan Modang yang berada di pedalaman Kalimantan Timur. Menurutnya, kesenian dalam masyarakat  Dayak ini tidak bisa dilepaskan dari konteks gerak kehidupan sehari hari. Contohnya dalam bidang ekonomi, sosial, agama, pendidikan dan kesenian sendiri. Daerah pemukiman suku Dayak ini terletak di Kecamatan Ancalong, Kabupaten Kutai dan kota Tenggarong. Daerah ini adalah daerah yang terisolir. Masyarakatnya hidup dalam keutuhan bentuk kebudayaan dan sistem nilai mereka yang asli. Namun setelah masuknya minoritas Belanda yang membawa ajaran Kristiani mulai tumbuh bermacam macam persoalan baru dalam tubuh masyarakat mereka. Misalnya konflik mereka yang pindah ke agama baru dengan mereka yang memeluk kepercayaan lama dan akhirnya terjadi perpecahan antara mereka yakni mereka yang memeluk agama baru mengambil keputusan meninggalkan daerah mereka.
            Di daerahnya yang baru, pendatang ini ternyata bisa menguasai arus perekonomian suku suku Dayak lainnya. Tibanya mereka di dearah baru ini membuka komunikasi langsung dengan kota. Ini merupakan kejutan sosial paling dahsyat sejak mereka keluar dari dearah asalnya. Sektor pertanian adalah sektor utama yang diandalkan oleh suku ini, tetapi dengan keterbatasan transportasi membuat pelamparan hasil pertanian mereka sepenuhnya bergantung pada perahu pedagang dengan tengkulak tengkulak dari kota setempat. Ini membuat penjualan hasil pertanian mereka hanya cukup memenuhi kebutuhan mereka sehari hari. Kondisi perekonomian ini merupakan salah satu faktor paling kuat mengakibatkan kegoncangan kehidupan orang Dayak.
            Kebudayaan dan kesenian mereka pun tidak lolos dari distorsi yang luar biasa. Masuknya bentuk serta sistem nilai kebudayaan bukan saja menimbulkan goncangan seluruh sektor kehidupan budaya mereka sendiri. Fenomena dalam masalah ini adalah musnahnya inti dari mekanisme dari kebudayaan mereka. Akibat dari desentralisasi ini kesenian menjadi terpisah dari kehidupan sehari hari mereka. Dalam peristiwa kesenian diantara mereka terlihat pengkotak kotakan antar generasi tua, muda dan kanak kanak.

            Terciptanya kondisi demikian dalam segala kehidupan suku Dayak yang bermukim di daerah baru ini tidak terlepas dari peranan pemerintah yang menerima dan menganjurkan mereka hidup diwilayahnya. Harapan mereka pindah adalah untuk mendapatkan perhatian pemerintah dengan membangun sarana sarana umum. Memang harapan mereka terkabul, namun akhirnya segala perhatian itu membuat mereka terjebak masalah kehidupan yang lebih rumit.
            Suku Dayak ini merupakan suku tipologi. Mereka datang lengkap dengan roh dan materi kultur tradisi mereka sekaligus. Masalah perbenturan sistem nilai mereka dengan sistem di kota jelas bukan masalah sederhana. Faktor terjahat menimpali kegoncangan dalam kehidupan mereka adalah munculnya penguasa hutan (pemilik HPH) mendadak mengunci hutan untuk daerah peladangan. Ini membuat mereaka pontang panting mencari alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam masyarakat Dayak, tanggalnya sebuah roda kehidupan yang menggerakkan seluruh sistem nilai mereka titik awal munculnya khaos. Dari sini jelas pemiskinan yang meraka alami adalah proses pemiskinan nilai secara kesluruhan di tiap sisi kehidupan.
            Masalah yang dihadapi suku Dayak ini sebenarnya masalah miniatur yang terjadi di Indonesia. Dimana masuknya kebudayaan barat membuat tiba tiba kesadaran kita untuk melihat masalah dalam konteks kemiskinan. Reaksi dari keterkejutan ini adalah lekas lekas menjual apa yang mungkin laku dari kekayaan bumi kita. Apa yang terjadi pada Negara kita persis yang terjadi pada suku Dayak itu.

            Terciptanya semua masalah itu, baik yang terjadi secara mikro di desa desa Kalimantan maupun yang terjadi secara makro di Negara ini membuktikan bahwa masyarakat kita, baik yang tinggal di desa maupun di kota, baik rang orang yang biasa maupun orang orang intelektual sebenarnya masih berada dalam kondisi yang arkhanis, tidak ada superior antara satu dengan yang lainnya. 

SOSIOLOGI UMUM - Model Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Alam Produksi & Sistem Bagi Hasil di Jawa Tengah

Ikhtisar bacaan 1
Kebijakan pengelolaan sumber daya hutan saat ini bersifat paradoksal. Kebijakan penguasaan hutan cendrung membela pencapaian target kuantum produksi kayu gelendongan. Sementara itu instrument untuk memilihara kelestarian lingkungan tidak berjalan secara efektif, sehingga kerusakan melaju dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Untuk itu Kartodihardjo (1999) mengusulkan agar segera dilakukan penilaian ulang terhadap arah dan muatan kebijakan yang ada. Praktek pengelolaan sumber daya hutan saat ini, termasuk hutan alam produksi, sarat dengan persengketaan. Persengketaan itu terjadi karena tatanan persepsi,pengetahuan, tata nilai, kepentingan, dan akuan terhadap hak kepemilikan.
Dalam praktek pengelolaan sumber daya hutan, konsep partisipasi masyarakat, keunggulan kekuatan pengetahuan dan kelembagaan pemerintah (birokrasi) akan menghasilkan suatu bentuk manajemen yang unik. Para pelaku utama terlibat langsung sebagai subyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol adalah perubahan “posisi” masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi suatu bagian internal dari sistem manejemen yang bersangkutan. Menimbang keunggulan konsep hutan kemasyarakatan (HKM), pemerintah mencoba mengadaptasikannya yang diformalkan melalui keputusan Mentri Kehutanan dan Perkebunan No. 667/1998 tentang “ (SKM) yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober 1998. Thomson dan Freudenberger (1997) menggambarkan alur pola pikir jernih untuk merumuskan pola pengelolaan sumberdaya hutan oleh masyarakat yaitu dengan cara efesiensi (menggambarkan bagaimana suatu sumber daya hutan digunakan),  keadilan dan keputusan, koperasi, sentralisme (paying hukum), identitas masyarakat, keberlanjutan (pemanfaatan pada tingkat yang lestari dan keanekaragaman sumber daya hayati.
Adapun unsur kelembagaan yang mengatur dalam pengelolaan hutan hendaknya mengandung unsur unsur pokok yaitu : batas yuridikasi, mencangkup dua unsur yaitu hutan dan lahan. Aturan main, mencangkup spektrum permasalahan yang luas. Aturan perwakilan, mencangkup tata cara aturan main itu dioperasikan. Dan model kelembagaan yang dibangun atas fondasi karakteristik sumber daya hutan yang dikelola dan karakteristik masyarakat pengguna dan masyarakat disekitarnya.  

Ikhtisar bacaan 2
Sebagaimana di Negara Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara lainnya, sistem bagi hasil mempunyai arti penting dalam pertanian Indonesia. Meskipun mengelola sendiri tanah pertanian diharuskan oleh undang undang agraria tahun 1990 jumlah penggarapan bagi hasil di antara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka terima hanya 30% sampai 40%  dan untuk Jawa Tengah sekitar 24%. Ada juga data yang berbeda yang dikeluarkan badan statistik, data yang berbeda itu disebabkan statistik pertanian di Indonesia kurang memadai. Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah yang bisa terlihat jelas dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif.
Di Jawa Tengah mereka memiliki berbagai hak istimewa pemakaian tanah jabatan menurut tradisi lama dan sesuai pembagian tugas serta jumlahnya,yang merupakan bagian dari harta tanah desa. Hak hak istimewa mereka menjamin oligarki desa ini menduduki posisi posisi puncak ekonomi dan sosial yang telah tertanam dalam kondisi komunitas desa. Sebagai ukuran dasar perbandingan bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengelolaan, hasil tanaman dan sebagainya. Hasil panen yang diserahkan untuk bawon meliputi 20% sampai 30% panen. Selain menyewakan tanahnya, pemilik sering juga memberikan tanahnya kepada peminat lainnya dengan persyaratan yang lebih menguntungkannya.
Bentuk bentuk dasar bagi hasil yang ada di Jawa Tengah meliputi sistem maro (garap separuh, bagi separuh), sistem martelu (bagi tiga garapan, bagi tiga hasil) dan  sistem mrapat (bagi empat garapan, bagi empat hasil). Sistem yang lazim digunakan yang paling umum adalah adalah sistem bagi hasil tipe 1. Banyaknya kerugian yang dialami penyewa tanah pada masa pemerintahan Belanda mengakibatkan perlunya penghapusan elemen 1960. Upaya bertujuan untuk    mengantar ke proses perubahan sosial yang lebih baik.


SOSIOLOGI UMUM - Drug Trafficker




Ikhtisar
Merika Franola atau sering disebut Ola berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Lulus dari SMA ia mengadu nasib  ke Jakarta dan bekerja sebagai disc joker di diskotek-diskotek yang ada di daerah Jakarta Pusat, Tanah Abang,  Bogor, Puncak, dan Bali. Dari hasil kerjanya itu Ola beroleh anak akibat hubungan intim dengan seorang pria
Secercah sinar tiba tiba memayungi Ola pada tahun 1997,dia bertemu dengan Tajudin pria asal Nigeria.Setelah berpacaran kurang lebih selama sebulan keduanya menikah. Tony berprofesi sebagai sebagai pebisnis pakaian jadi, setidaknya begitulah yang dikatakan Tony padanya. Namun belakangan Ola mengetahui bahwa sebenarnya suaminya adalah seorang ‘pebisnis’ narkoba. Kenyataan ini justru membuat Ola ‘direkrut’ dengan paksa untuk menjadi seorang kurir.. Belakangan Ola bahkan menjadi drug trafficker (orang yang bertugas untuk mengatur lalu-lintas narkotika jenis kokain dan heroin) . Ola melakukan itu semua karena terpaksa, ia mengaku bahwa suaminya tidak segan-segan untuk menghajarnya jika ia menolak. Namun sikap Tony yang semena-mena itu tidak justru mebuat Ola meninggalkannya ia bahkan tunduk pada pada suaminmya yang ringan tangan itu.
   Demikianlah aksi mereka berjalan dengan sangat rapi tak pernah tertangkap petugas, dibawah komando Tony komplotan itu bahkan melebarkan sayapnya sampai ke luar negeri. Namun tampaknya kali itu Dewi Fortun tidak memihak mereka pasalnya pada 12 Januari 2003 petugas Bandara Soekarno-Hatta berhasil menangkap mereka bersama dengan barang buktinya.  Sebagai ganjaran atas perbuatan mereka Pengadilan Tangerang menjatuhkan hukuman mati terhadap Merika Franola alias Ola, Rani Andriani, dan Denia Setia Maharwan.

Analisis
1.       Gambaran struktur sosial
Struktur sosial adalah hubungan pola pola yang ada di masyarakat
·         Pola hubungan sosial “ Sejak pertemuan itu hubungan Ola dan Toni kian lekat”
·         Pola kriminalitas “ Ternyata hubungan hanya sekejap,soalnya perangai Toni mulai muncul
·         Pola hubungan kekeluargaaan “ Beberapa kerabat yang kesulitan meminta bantuan kepada Ola”
2.       Tindakan Sosial adalah cara dan bagaimana individu dan grup sosial mencoba membuat kehidupan sosialnya menjadi seperti yang diinginkannya.
·         Tindakan rasional instrumental : Tony melakukan tindakan kekerasan terhadap Ola agar Ola mau terlibat dalam ‘bisnis’ narkobanya. Ola taat pada Tony agar tidak dipukul
3.      Integrasi fungsional adalah kesaling ketergantungan diantara unsur  unsur dari suatu sistem social,sebagaimana halnya anggota tubuh manusia saling tergantung satu sama lainnya
·         Rani Andriani dan Deni Setia Maharwan bergantung pada Tony dan Ola sebab mereka memperoleh penghasilan dari ‘usaha’ yang dijalankan Tony dan Ola. Sebaliknya Tony dan Ola membutuhkan Rani dan Deni untuk menjadi kurir mereka
4.       Contoh fakta sosial adalah pengedaran narkoba dengan dalih bisnis pakaian kemudian mengajak istrinya,Rani dan Deni sebagai kurir dan pengedar narkoba keluar negeri
·         Aras Masyarakat : Adanya kegiatan sindikat narkoba di Indonesia maupun di luar negeri
·         Aras Mikro : Tindakan Tony yang sering menyiksa Ola
·         Aras Masalah Sosial : Masalah sosial yang terdapat dalam cerita ini adalah adanya perdaganggan narkoba yang dilarang oleh hukum


5.        Pendekatan objektif adalah fakta sosial sebagai kumpulan tindakan tindakan sosial individu yang dapat diukur secara impiris dan secara positif dinyatakan sebagai suatu angka ( rate ) sosial,misalnya angka bunuh diri. “Alex Bambang Riatmodjo sebagai aparat penegak hukum menganggap bahwa Ola bersalah dan harus dihukum mati”.

Pendekatan subjektif  adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya.
“Ola menganggap bahwa dirinya tidak bersalah karena ia melakukan hal itu karena berada di bawah tekanan Tony dan karena adanya magic yang dimiliki Tony”.


           






 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification
Downloaded from Free Templates